Terakhir kali, Dandhy mencuitkan kritik terhadap kondisi terkini di Papua dalam akun Twitter-nya @Dandhy_Laksono.
"1. Mengangkat jenderal Orba. Lima tahun berkuasa tak satupun kasus HAM diselesaikan. 2. Merespon Papua dengan mengirim pasukan dan menangkapi aktivis dengan pasal makar. 3. Membatasi internet, aparatnya razia buku, ikut nyebar hoaks, dan sarat kekerasan," cuit Dandy.
[Gambas:Instagram]
Nama Dandhy sudah tak asing lagi di Indonesia. Kiprahnya dikenal atas konsistensinya menyoroti berbagai isu sosial dan hak asasi manusia (HAM) melalui medium film, juga beragam kritiknya terhadap pemerintah.
Jauh sebelum ini, Dandhy pernah menjadi seorang wartawan di sejumlah media massa. Pada masa itu, Dandhy kerap melakukan peliputan investigasi, termasuk menyelidiki kasus kematian aktivis HAM, Munir.
Tak hanya itu, Dandhy juga sempat mengeluarkan beberapa karya buku. Indonesia for Sale (2009) yang mengangkat berbagai permasalahan bangsa yang terjadi pada masa itu. Ada pula buku Jurnalisme Investigasi (2010), yang mengulas soal tetek bengek konsep jurnalisme investigasi di Indonesia beserta beragam pengalaman wartawan yang terlibat.
Dandhy juga dikenal sebagai pendiri rumah produksi WatchDoc. Rumah produksi itu didirikannya bersama rekan sesama jurnalis, Andhy Panca Kurniawan, pada 2009 lalu.Satu dekade berjalan, beragam film dokumenter telah diproduksinya. Lewat WatchDoc, Dandhy getol menyoroti beragam permasalahan yang menimpa mereka kaum yang terpinggirkan.
Tema sosial dan HAM menjadi fokus utamanya. Salah satu film yang paling tersohor adalah Jakarta Unfair. Film yang dirilis pada tahun 2016 ini menyoroti penggusuran yang dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta tanpa solusi yang sepadan.
Ini bukan kali pertamanya Dandhy berurusan dengan aparat kepolisian. Sebelumnya, Dandhy juga pernah dilaporkan ke Kepolisian Daerah Jawa Timur. Dia dilaporkan karena dianggap menghina Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Presiden RI Joko Widodo.
Teranyar, Dandhy menyuarakan aspirasinya terkait dampak buruk industri tambang di Indonesia melalui film Sexy Killer. Film ini juga menuai pro dan kontra. Dirilis beberapa hari jelang pencoblosan Pilpres pada 17 April lalu, film ini dianggap hadir untuk menggiring opini masyarakat.
Dandhy adalah sosok yang konsisten menyuarakan beragam aspirasinya terkait isu-isu sosial. Tak hanya melalui film dokumenter, Dandhy juga getol meramaikan lini masa melalui kicauan-kicauan bernuansa kritiknya.Melalui akun Twitter-nya, Dandhy dikenal sebagai seorang aktivis yang cukup vokal pada beragam isu terhangat, khususnya isu sosial dan HAM.
Selain Papua, Dandhy juga kerap berkicau tentang penyelesaian kasus aktivis HAM, Munir, yang tak kunjung rampung. Tak hanya itu, dia juga getol menyoroti nasib petani Kendeng, Jawa Timur. Dia menilai pemerintah tak responsif dalam menangani masalah tersebut.
Selain itu, Dandhy juga sering melontarkan kritik terhadap pemerintah. Salah satunya adalah tulisannya berjudul "Suu Kyi dan Megawati" yang diunggahnya dalam status Facebook pribadinya.
Akibat aksi tersebut, Dandhy pun dilaporkan ke pihak kepolisian Polda Jawa Timur. Dia dilaporkan karena dianggap menghina Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Presiden Joko Widodo.
[Gambas:Video CNN] (asr/asr)
from CNN Indonesia https://ift.tt/2n9uHI9
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Dandhy Laksono, Sutradara Sexy Killer dengan Cuitan Kritis"
Post a Comment