Pengajar Hukum Pidana di Universitas Indonesia Junaedi mengatakan unsur-unsur itu terdiri dari kesamaan logo yang digunakan di audisi itu dengan produk rokoknya, pelaksana audisi dan kebermanfaatannya, serta unsur eksploitasi anak untuk keuntungan materi.
Pertama, dalam hal logo Djarum. Junaedi berpendapat KPAI harus bisa membandingkan logo jual Djarum dengan logo yang dipakai oleh anak-anak. Hal itu, kata dia, dapat dibuktikan di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual."Menurut saya masalah ini identik dengan masalah merek saja. Identik itu harus dibuktikan apakah ada kesamaan kalau dia identik dengan merek rokok atau ada lambangnya sama enggak? Jangan-jangan berbeda lagi," kata Junaidi kepada CNNIndonesia.com, Senin (9/9).
Diketahui, persoalan promosi rokok sendiri sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
Ketua KPAI Susanto membantah merekomendasikan penghentian audisi bulu tangkis, tapi hanya meminta penggantian logo. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
|
Kedua, lanjut Junaedi, yang perlu dicermati ialah pelaksana kegiatan; apakah dilakukan oleh perusahaan rokok Djarum atau yayasan dari Djarum tersebut.
"Pada faktanya sebaliknya; ini yayasan Djarum kalau saya baca, pelaksana Djarum Foundation, apakah dia menjadi pengelola dari CSR Djarum atau bagaimana?" ujar dia.
Diketahui, Djarum Foundation sendiri merupakan yayasan yang mengurusi tanggung jawab sosial dan lingkungan serta tidak mengurusi jual beli rokok Djarum. Djarum Foundation inilah yang biasanya mengadakan seleksi atlet bulutangkis.Ditambahkannya, kebermanfaatan dari program yang digelar yayasan ini juga menjadi penting untuk dipertimbangkan.
"Kalau dilihatnya Djarum Foundation sebenarnya mengelola untuk kepentingan olahraga sejauh ini terbukti banyak menghasilkan atlet berprestasi, ada unsur kemanfaatan," jelas dia.
Menpora Imam Nahrawi membantah ada eksploitasi anak dalam audisi bulu tangkis Djarum. (ANTARA FOTO/Andika Wahyu)
|
Di samping itu, ia juga menyebut kepentingan investigasi mengenai unsur pemaksaan terkait pemberian rokok maupun penggunaan kaos tersebut.
"Ini yang melaporkan keberatan yayasan lentera anak dan smoke free, [harus dibuktikan] apakah anak-anak diberikan rokok, promosi rokoknya dimana?" ujar dia.
Dalam Penjelasan Pasal 66 UU 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, "dieksploitasi secara ekonomi" adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan Anak yang menjadi korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan Anak oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan materiil.Terlepas dari proses pembuktiannya, Junaedi menganggap belum ada unsur eksploitasi ekonomi dari pelaksanaan audisi PB Djarum tersebut.
Foto: CNNIndonesia/Asfahan Yahsyi
|
"Sepertinya KPAI jangan reaktif dengan pengaduan yang ada. Harus dilihat dulu dan dilakukan analisis mendalam sebelum memberikan rekomendasi," tutup Junaedi.
Sebelumnya, KPAI merekomendasikan untuk tak menggunakan nama, kaos, logo, dan ejaan 'Djarum' di kawasan olahraga demi menghilangkan unsur eksploitasi dengan menjadikan tubuh anak sebagai media promosi gratis.
[Gambas:Video CNN] (CTR/arh)
from CNN Indonesia https://ift.tt/30888lj
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Pakar Hukum: KPAI Harus Buktikan Dulu Djarum Eksploitasi Anak"
Post a Comment