Saya sempat terbangun di pukul 04.30 pagi dan mengecek lini masa twitter. Laporan banjir dimana-mana sudah terlihat. Saya lalu berpikir bahwa perjalanan menuju kantor di Tahun Baru tidak akan mudah.
Hujan intensitas sedang turun dari langit saat saya hendak keluar rumah. Anak saya masih mencoba merayu untuk muter tiga kali, ritual yang biasa dilakukan sebelum saya berangkat. Namun untuk pagi ini, tentu hal tersebut tak bisa dilakukan.Istri saya berkata agar saya lebih baik naik Commuterline. Namun saya tidak suka menunggu hal yang tak pasti, terutama tentang jadwal KRL di masa banjir seperti ini. Seperti pengalaman yang ada, KRL sering terhambat dan terjadi kekacauan jadwal dalam kondisi seperti ini.
Akhirnya saya berangkat. Hujan-hujanan bukan masalah bagi saya karena memang pada dasarnya saya menyukai hujan dan hujan-hujanan. Semasa kecil, hujan adalah panggilan alam untuk bergegas keluar rumah dan bermain bola di lapangan. Tangan keriput dan Adzan Maghrib yang pada akhirnya jadi bel pertanda pulang.
Banjir mengganggu perjalanan KRL. (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)
|
Meski sudah cukup tua, motor tersebut berpengalaman dan punya jam terbang tinggi menerjang banjir ibu kota. Saya juga bisa percaya diri karena saya punya pengalaman terlibat menerjang banjir Jakarta 2007 dan 2012.
Saya berangkat dari rumah tepat pukul 06.30 WIB. Tak berapa lama jalan dari rumah, saya melihat pengendara motor terjatuh. Ibu-ibu pengendara motor tersebut terjatuh karena tak menduga melintasi polisi tidur.
Saya menghentikan motor, membantu Ibu dan motornya berdiri. Setelah selesai, saya kembali melajukan motor saya.
Di area Summarecon Bekasi, kali meluap. Saya baru pertama kali melihat kali di daerah Summarecon meluap. Benar saja, genangan air terlihat di jalan sebelum fly over Summarecon.
Motor menepi ke kanan jalan, tempat yang paling tinggi. Jalan masih bisa dilalui dengan hati-hati.
Sejumlah motor yang mogok di titik ini, salah satunya karena nekat ingin cepat dan mengambil jalur kiri sendirian.
Setelah saya aman melewati titik ini, di persimpangan pintu tol Bekasi, saya melihat akses ke arah putaran balik di depan Hotel Amaris Bekasi ditutup. Namun kendaraan yang ingin menuju arah Rawa Lumbu dan Pondok Gede masih bisa melintasi fly over.
Saya lalu melaju ke arah Jalan Kalimalang dengan lawan arah. Pasalnya jalan di depan Metropolitan Mall sudah tak bisa dilewati motor. Masih ada beberapa motor yang berhasil selamat melewati genangan di titik tersebut, namun dengan rasio keberhasilan yang tidak 100 persen, saya lebih memilih lawan arah.
Lawan arah dalam kondisi darurat hujan dan banjir cukup dimaklumi. Dengan kecepatan sedang, saya dan sejumlah pengendara motor lain lawan arah hingga Universitas Gunadarma Bekasi.
Terhalang Banjir di Kolong Tol
Perjalanan masih lancar hingga akhirnya saya menghadapi tantangan berat. Banjir di kolong tol di dekat Grand Kota Bintang, Kalimalang.
Banjir di sana bisa mencapai paha. Saya sempat berharap diizinkan masuk tol Becakayu yang menembus hingga Cawang, namun tidak ada pengalihan lalu lintas macam itu.
Gerobak yang sempat ada di kolong tol juga tidak hadir kali ini. Di banjir beberapa tahun lalu, saya sempat menaikkan motor ke gerobak dengan biaya Rp10 ribu. Cukup terjangkau dan motor dipastikan aman hingga ke seberang.
Karena kolong tol tidak bisa dilewati, saya melintas ke Grand Kota Bintang, tempat pusat jajanan makanan. Namun setelah berputar, sisi sebaliknya kolong tol juga belum bisa dilewati.
Dalam kebingungan tersebut, hujan turun mengguyur makin deras. Rem motor mulai keras sehingga kondisi ban juga sulit terkontrol dengan baik.
Kondisi Kalimalang yang merupakan akses Bekasi menuju Jakarta. (CNN Indoenesia/Putra Permata Tegar Idaman)
|
Lewat petunjuk warga, saya akhirnya menemukan jalan menuju Sumber Arta, daerah yang sudah bebas banjir. Sempat mampir POM Bensin, perjalanan kemudian lancar hingga Cawang.
Kondisi Cawang terbilang lumpuh.
Terowongan Cawang ke arah Cililitan tidak bisa dilalui karena air sudah mencapai ketinggian paha.
Polisi mengarahkan pengendara untuk lawan arah dan masuk ke Jalan Cawang Baru dan tembus ke Otista.
Meski padat, arus lalu lintas masih bisa terurai pada pukul 07.45 tadi. Setelah masuk Otista dan kemudian menuju Jl. MT Haryono, banjir tidak lagi menyapa. Saya pun bisa tiba di kantor tepat pukul 08.00
Manusia-manusia Baik
Di tengah hujan deras yang mengguyur, saya masih bisa melihat banyak manusia-manusia baik. Mereka, warga-warga sekitar rela keluar rumah dan hujan-hujanan untuk memandu pengendara mencari jalan.
Di sepanjang Kalimalang, saya melihat banyak orang yang dengan sukarela memberitahukan titik-titik banjir yang mustahil dilewati dan jalur-jalur alternatif yang mungkin dilalui.
Pengendara-pengendara yang motornya mogok pun mendapat bantuan, baik dari sesama pengendara maupun mereka yang tinggal tak jauh dari lokasi banjir.
Dalam kondisi banjir, banyak warga yang rela mengulurkan tangan dan saling bantu. (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)
|
Saya beberapa kali ditanya pengendara dari arah Jakarta yang ingin menuju Bekasi. Saya pun balik bertanya pada mereka. Pertukaran informasi terus terjadi sehingga akhirnya saya bisa sampai tempat tujuan. (ptr/stu)
from CNN Indonesia https://ift.tt/2ST0XNV
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Petualangan Menembus Banjir dari Bekasi ke Jakarta"
Post a Comment