LIPUTAN KHUSUS
Ryan Suhendra, CNN Indonesia | Jumat, 27/12/2019 10:22 WIB
Jakarta, CNN Indonesia -- "Saya sempat putus asa, Mas. Kepikiran mau bunuh diri juga. Cuma saya sadar ada anak, apalagi saya sedang hamil tua anak ketiga."Demikian pengakuan Wartini dengan suara bergetar saat menceritakan kondisi suaminya, Syahromi, yang menjadi korban teror bom di Kedubes Australia, Kuningan, Jakarta pada 2004 silam.
Suami Wartini, Syahromi, merupakan pekerja keamanan (satpam) di Kedubes Australia. Saat kejadian bom mobil di depan kedubes Australia terjadi pada 9 September 2004, Wartini bersyukur karena suaminya tidak tewas. Namun, ada luka tubuh yang diderita Syahromi akibat ledakan tersebut.
Setelah dua tahun menjalani pengobatan intensif, Syahromi pun meninggal dunia. Berita duka itu hadir saat dua putrinya masih berstatus sebagai pelajar SD dan sekolah menengah, juga kandungan Wartini yang memasuki usia 7 bulan.
Matanya mulai basah, sesekali ia mainkan pandangan ke arah langit-langit rumah. Bercerita kepada CNNIndonesia.com, Wartini mengaku sempat putus asa dan ingin mengakhiri hidupnya. Namun, keberadaan anak-anaknya membuat niat itu hanya bayang-bayang saja.
Beban hidup ada di pundaknya. Semula mengandalkan biaya sehari-hari dari penghasilan suami, kini tak bisa lagi. Ia banting tulang. Bekerja serabutan asal mendapat pemasukan. Ia menerima jasa cuci-gosok pakaian para tetangga dengan biaya Rp40 ribu per 7 hari, hingga membantu menjual mi ayam dengan ongkos Rp20 ribu per harinya.
![]() |
Pun dengan Sari Novriatin Putri. Anak sulung dari Syahromi-Wartini itu menjadi yang paling kehilangan sosok ayah. Sebab menurut Wartini, Putri yang sudah beranjak remaja kala itu memang dekat dengan Syahromi
Tanggungan Wartini hanya berkurang dari segi biaya pendidikan. Pasalnya, Kedubes Australia bertanggung jawab membiayai pendidikan dua anaknya; seluruhnya. Selain itu, Putri juga mendapat bantuan uang pendidikan dari artis yang juga seorang model, Nadia Mulya.
"Itu atas nama pribadi Nadia Mulya. Dibantu sampai Putri lulus. Pas kejadian (bom) Putri kelas 2 (SMK), Bapak meninggal, (Putri) kelas 3. Nadia bantu dari kelas 2," kata Wartini saat dikunjungi CNNIndonesia.com, Sabtu (14/12).
"Semua dijamin lah sama Kedubes Australia. Soal biaya pendidikan aman, cuma sehari-harinya nyari sendiri," sambungnya.
Tiga belas tahun berlalu, Wartini kini menginjak usia senja yaitu 52 tahun. Ia menetap di gang sempit daerah Kampung Rawa Selatan, Jakarta Pusat, Sabtu (14/12). Di rumah tersebut lah Wartini melayani tetangga yang ingin membeli masakannya. Menu tersedia lengkap ala warung tegal seperti nasi, tempe, tahu, kerupuk, ayam, sayur-mayur, dan sebagainya.Berdagang. Itulah pekerjaan rutin yang ia lakukan untuk biaya hidup sehari-hari.
[Gambas:Video CNN]
Rumah Wartini terletak di pinggir kali yang lebarnya tidak besar. Berdempetan dengan sejumlah rumah lain. Bangunan itu terdiri dari tiga lantai yang masing-masing lantai terdiri dari satu petak ruangan berukuran sekitar 1,5 x 3 meter.
"Mas, kenalin ini Sahwa yang saya ceritakan waktu itu masih dalam kandungan," ucap Wartini cepat memperkenalkan putrinya kepada saya.
"Dia yang belum lihat Bapaknya," sambungnya.
Sahwa kini siswa kelas VII SMP. Wartini mengatakan, seperti dua kakaknya, biaya pendidikan Sahwa ditanggung sepenuhnya Kedubes Australia.
Wartini mengatakan kondisinya-secara psikis-saat ini berbeda dengan saat terjadi bom di tempat suaminya mengabdi dan saat kepergian Syahromi untuk selama-lamanya.
Luka Syahromi Akibat Ledakan Bom Kuningan
BACA HALAMAN BERIKUTNYAfrom CNN Indonesia https://ift.tt/2Mxy5Xo
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Janda Satpam Korban Bom Kuningan, Berjuang saat Hamil Tua"
Post a Comment