Ekspansi industri pertambangan, perkebunan, serta eksploitasi panas bumi membuat hewan buas terdesak lantaran habitatnya menjadi semakin sempit.
"Ribuan lahan konsesi tambang di Lahat itu sejak 2010 sampai sekarang masih masif. Tambang di Bengkulu, juga ekspansi PTPN VII juga memicu konflik harimau dengan masyarakat. Kawasan tersebut merupakan bagian dari hamparan Bukit Barisan, jadi sangat berpengaruh terhadap kerusakan ekosistem di sana," ujar Hairul, Jumat (6/12).
Hairul mengecualikan perhutanan sosial yang digarap oleh masyarakat adat. Menurutnya, itu bukan pemicu konflik antara harimau dengan masyarakat.
Masyarakat adat memiliki peraturan yang berpihak kepada kearifan lokal sehingga kebun mereka pun tidak merusak ekosistem hutan lindung. Sedangkan ekspansi yang dilakukan korporasi tambang dan perkebunan, menurut Hairul, tidak mengindahkan ekosistem sekitarnya.
"Masyarakat adat itu punya aturan, kalau menebang 1 pohon, mereka tanam beberapa. Dibandingkan dengan yang tambang di Lahat itu berapa ribu pohon besar ditebang dan tidak ada penanaman lagi. Tinggal lubang-lubang tambang saja tersisa," kata dia.
Sementara itu, Peneliti Forum Harimau Kita Yoan Dinata mengatakan bahwa harimau sebenarnya tidak agresif terhadap manusia. Ada beberapa faktor yang membuat harimau bertingkah demikian.
"Faktor eksternal dan internal. Kalau internal itu harimaunya sakit atau kena jerat, dia lebih agresif karena sulit mendapatkan mangsa. Eksternalnya ada degradasi lahan, perburuan, dan berkurangnya mangsa harimau itu sendiri," ujar Yoan.
Setop Aktivitas di Hutan Lindung
Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan mengimbau warga menghentikan aktivitas di hutan lindung guna mencegah serangan harimau susulan. Aktivitas berkebun masyarakat di kawasan tersebut sekarang dilarang hingga waktu yang belum ditentukan.
Kepala Dinas Kehutanan Sumatera Selatan Panji Cahyanto menyebut ada dua wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) yang menjadi lokasi empat serangan harimau, yakni KPH Kikim Pasemah dan KPH Dempo. Dua KPH tersebut bersinggungan dengan 2 habitat harimau, yaitu Bukit Dingin dan Jambul Nanti Patah.
Kawasan tersebut, ujar Panji, dinilai sudah sangat berbahaya karena harimau sudah menyerang masyarakat. Kebun masyarakat pun kebanyakan berada jauh di dalam kawasan hutan lindung.
"KPH Dempo sendiri sudah melarang warga untuk melakukan aktivitas. Wisata di Gunung Dempo juga dibatasi tidak boleh berkemah. Kejadian ini dikarenakan masyarakat yang tetap masuk ke habitat harimau, itu sudah risiko," kata Panji, Jumat (6/12).
Panji mengatakan ada banyak warga yang membuka lahan perkebunan di kawasan hutan lindung. Itu terjadi akibat pengawasan yang kurang.
Berdasarkan Peraturan Menteri KLHK nomor 48 tahun 2018, kawasan hutan lindung dilarang untuk jadi lokasi perhutanan sosial. Sebab, sistem pelestarian dan pengelolaan hutan lindung cenderung dilakukan berbeda berbeda, karena ada satwa liar yang juga memiliki habitat di kawasan tersebut.
"Kita saat ini bekerja sama dengan LSM dan BKSDA Sumsel untuk memetakan jalur jelajah harimau untuk mencegah serangan susulan. Karena kalau bersinggungan, konflik seperti ini akan terus terjadi," kata dia.
Hingga saat ini, empat warga menjadi korban serangan harimau di lokasi hutan lindung. Dua orang selamat, sementara dua orang lainnya meregang nyawa.
Korban selamat namun menderita luka yakni Irfan (18) wisatawan asal Musi Banyuasin yang diserang di kawasan Taman Wisata Gunung Dempo, Pagar Alam, Jumat (15/11) dan Marta Rolani (24) petani yang diserang di Dusun Tebat Benawa, Kelurahan Penjalang, Kecamatan Dempo Selatan, Pagar Alam pada Senin (2/12).
Sementara dua korban tewas yakni Kuswanto (56), petani kopi diserang di Desa Pulau Panas, Kecamatan Tanjung Sakti Pumi, Kabupaten Lahat, Minggu (17/11). Korban tewas lain yakni Yudiansyah Harianto (40) petani kopi warga Desa Karang Dalam, Kecamatan Pulau Pinang, Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan.
Jasad Yudi ditemukan dalam kondisi mengenaskan di Dusun Tebat Benawa, Kelurahan Penjalang, Kecamatan Dempo Selatan, Pagar Alam pada Kamis (5/12).
from CNN Indonesia https://ift.tt/2qyAF7O
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Walhi: Ekspansi Tambang Penyebab Harimau Serang Warga"
Post a Comment