Jatuhnya pesawat yang membawa 178 penumpang dewasa, satu penumpang anak-anak dan dua bayi dengan dua Pilot dan lima awak pesawat kala itu, menjadi salah satu momen duka bagi dunia penerbangan Indonesia.
Setahun berlalu, pihak Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) pun telah mengumumkan hasil investigasi ihwal penyebab jatuhnya pesawat itu.
KNKT menyebut salah salah satu penyebab jatuhnya pesawat pengangkut 178 penumpang itu karena ketidaksesuaian desain pesawat Boeing 737 MAX 8 dengan reaksi pilot, khususnya jika terjadi kerusakan pada Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS), fitur baru di Boeing 737 MAX 8.
Selain itu, ada delapan faktor lainnya yang dinilai berkontribusi menyebabkan kecelakaan pesawat Lion Air PK-LQP. Salah satunya adalah tidak ada panduan pelatihan ataupun informasi mengenai MCAS di buku panduan pilot, sehingga pilot tidak mengetahui soal sistem baru tersebut.
Hari ini, 29 Oktober 2019, menjadi peringatan satu tahun peristiwa itu terjadi. Para keluarga korban dan manajemen Lion Air hari ini kembali melakukan tabur bunga di lokasi jatuhnya pesawat.
CNNIndonesia.com mengetahui ihwal acara tabur bunga itu dari susunan acara yang diperoleh dari salah satu keluarga korban.
Acara tabur bunga sebelumnya juga pernah dilakukan oleh pihak keluarga dan manajemen pada 6 November lalu.
Menggunakan KRI Semarang-594, para keluarga dan manajemen Lion Air bergerak dari dermaga JICT II Tanjung Priok menuju perairan Tanjung Pakis. Dermaga JICT II sendiri dulunya menjadi pusat posko evakuasi korban Lion Air.
Sekitar pukul 08.30, rombongan keluarga korban tiba di JICT II menggunakan bus. Beberapa keluarga korban, juga tampak ada yang menggunakan mobil pribadinya.
Turun dari kendaraan, mereka tampak bergegas masuk ke dalam kapal. Namun, ada beberapa pihak keluarga yang menyempatkan diri untuk berfoto di depan KRI SMR-594 itu.
Beberapa juga tampak berfoto di depan spanduk yang terpasang di sisi samping kapal tersebut.
Spanduk itu bertuliskan 'Doa dan Penghormatan Setinggi-tingginya untuk Seluruh Penumpang dan Awak Pesawat JT-610 serta Keluarga dan Kerabat yang Ditinggalkan'.
Ilustrasi. (Foto: CNN Indonesia/Safir Makki)
|
Nyaris Tak Ikut
Namun, di antara ratusan keluarga korban itu, ternyata ada satu pihak keluarga yang nyaris tak bisa mengikuti rangkaian acara tabur bunga itu.
Ia adalah Anton. Menurutnya, pihak Lion Air tak memperbolehkan dirinya ikut serta lantaran tak masuk dalam daftar manifest yang mereka buat.
Anton pun sempat terlibat adu mulut dengan pihak Lion Air agar keluarganya bisa ikut serta dalam acara tabur bunga itu.
Setelah sempat berdebat, akhirnya pihak Lion Air memberikan dua ID bagi keluarga Anton, yakni istri dan adiknya sehingga bisa ikut rombongan masuk ke dalam kapal.
"Kalau saya enggak ngotot karena sudah pernah ke sana, tapi istri dan adik saya pengen ikut. Keluarga saya ada dua yang meninggal jadi masing-masing ada dua seat lagi," tutur Anton.
Terkait hasil investigasi KNKT, Anton tak mau berkomentar banyak. Namun, ia mengungkapkan usai hasil investigasi Lion Air itu diumumkan, keluarga korban yang tergabung dalam sebuah grup WhatsApp sempat ramai membahasnya.
"Macam-macamlah komentarnya, karena harapan kami bergantung ke pemerintah untuk mengungkap kasus seterang-terangnya, tidak sesuai dengan harapan itu, ya kecewalah pastinya," ujar Anton.
Sementara itu, terkait ganti rugi, diungkapkan Anton, baru 69 pihak keluarga korban saja yang baru mendapatkan haknya.
Diketahui, dalam Pasal 3 huruf a Permenhub 77/2011, penumpang yang meninggal dunia akibat kecelakaan pesawat udara diberikan ganti rugi sebesar Rp1,25 miliar. Kemudian, pasal 23 beleid yang sama menyatakan besaran kerugian tidak menutup kesempatan bagi ahli waris menuntut ke pengadilan.
Namun, proses ganti rugi tersebut terganjal dokumen release and discharge (R&D) yang disodorkan oleh maskapai.
Dokumen tersebut mewajibkan keluarga dan ahli waris melepaskan hak menuntut kepada pihak-pihak yang dianggap bertanggung jawab atas kecelakaan. Padahal, dokumen R&D bukan merupakan syarat pemberian ganti rugi yang diatur dalam ketentuan.
Menurut Anton, pihak keluarga yang telah menerima ganti rugi tersebut menerimanya dalam bentuk buku tabungan yang berisi saldo Rp1,3 miliar.
Rinciannya, Rp1,25 miliar sebagai ganti rugi dan Rp4 juta untuk ganti rugi bagasi. Sedangkan Rp46 juta, Anton menyebutnya sebagai angka siluman.
"Rp46 juta itu angka siluman, itu yang mengikat dengan R&D," kata Anton.
Senada, keluarga korban lainnya, Dewi Manik juga enggan berkomentar perihal hasil investigasi yang telah disampaikan oleh KNKT.
"Saya enggak ngarepin apa-apa," ujarnya.
Dihubungi terkait dengan penyebutan 'uang siluman', Corporate Communication Strategic Lion Air Danang Prihantoro belum memberikan respons saat dikonfirmasi melalui WhatsApp dan telepon oleh CNNIndonesia.com.
Perempuan asal Medan ini menyebut saat ini pihaknya hanya terus menunggu bentuk tanggung jawab dari Lion Air atas peristiwa yang menimpa keluarganya.
Pasalnya, diungkapkan Dewi, hingga kini uang santunan tak kunjung dicairkan oleh pihak Lion Air. Padahal, saat ini sudah setahun berlalu sejak peristiwa naas itu terjadi.
"Masalah santunan belum mereka cairkan sampai sekarang itu saja," ucap Dewi. (dis/asa)
from CNN Indonesia https://ift.tt/36ifpmS
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Tragedi Lion Air: Setahun Kenangan dan 'Uang Siluman'"
Post a Comment