Itu, kata Fachrul, dilakukan untuk menyiasati agar kuota haji yang telah dimiliki Indonesia dapat terserap lebih optimal.
"Sebelumnya, kuota haji cadangan hanya sebesar 5%, atau sekitar 10.200 jemaah. Angka ini ternyata masih belum bisa memenuhi ketika ada jemaah haji batal berangkat. Jadi tahun depan dapat dinaikkan menjadi 10 persen," ujar Fachrul dalam Rapat Kerja Gabungan bersama Komisi VIII DPR di Cisarua, Bogor, Senin (25/11) seperti dilansir dari situs Kemenag.
Pada musim haji 2019M/1440H, Fachrul menjelaskan kuota jemaah haji Indonesia terserap 99,44 persen.
"Dari 214 ribu kuota jemaah haji reguler, telah diberangkatkan sebanyak 212.732 jemaah. Ini terdiri dari 211.298 jemaah haji dan 1.434 Petugas Haji Daerah (PHD)," ujar Fachrul.
Fachrul mengungkapkan pada musim haji 1440H/2019M ada 1.189 jemaah dan 79 anggota Tim Pendamping Haji Daerah (TPHD) yang tidak berangkat. Fachrul mengatakan umumnya para jemaah dan anggota TPHD itu secara dokumen persyaratan termasuk visa sudah siap berangkat ke Tanah Suci, Makkah, Arab Saudi."Namun, karena alasan pribadi, mereka banyak mengundurkan diri. Mulai dari alasan sakit, hamil, atau pun alasan pribadi lainnya. Hal ini yang kemudian perlu kita sikapi. Salah satunya kita menambah kuota haji cadangan menjadi 10 persen. Agar tentunya kemanfaatan kuota yang kita miliki dapat optimal," imbuhnya.
10 Inovasi Haji 2019
Dalam Rapat Kerja Gabungan yang dipimpin Ketua Komisi VIII Yandri Susanto dan dihadiri perwakilan Kementerian Kesehatan serta Kementerian Perhubungan tersebut, Fachrul Razi melaporkan 10 inovasi haji 2019.
Salah satunya adalah percepatan keimigrasian (Fast Track) sehingga jemaah tak perlu lagi melewati loket imigrasi setibanya di Bandara Jeddah atau Madinah (Arab Saudi).
"Karena proses keimigrasian sudah dilakukan semua di tanah air. Selain itu juga ada tambahan layanan berupa pengurusan dan pengantaran bagasi jemaah dari bandara ke hotel langsung oleh maktab wukala almuwahad," ujar Fachrul.
Namun, sambungnya, layanan yang telah dilaksanakan sejak 2018 itu belum bisa dinikmati seluruh calon jemaah haji Indonesia. Fasilitas itu baru dirasakan jemaah dari Provinsi DKI Jakarta, Banten, Lampung, dan Jawa Barat.
"Ini yang diberangkatkan dari Bandara Soekarno Hatta saja. Kita akan upayakan tahun depan, agar fast track ini dapat juga diberikan kepada jemaah-jemaah lainnya. Setidaknya untuk embarkasi-embarkasi besar," ujar Fachrul.
Ilustrasi calon jemaah haji Indonesia. (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)
|
Hidayat menjelaskan, payung hukum mengenai penentuan kuota jamaah haji tiap negara adalah Konferensi Tingkat Tinggi Organisasi Kerja Sama Islam (KTT OKI) tahun 1987, di mana ditentukan kuota jamaah haji adalah menggunakan rasio 1/1000.
Hidayat mengatakan pada 2013 hingga 2016, Pemerintah Arab Saudi mengurangi kuota jamaah haji sebesar 20 persen, terkait dengan proyek renovasi Masjidil Haram, atau sejumlah 42.000 per tahun, bagi calon jamaah haji Indonesia. Namun, kata dia, kuota yang hilang selama proses renovasi tersebut belum dikembalikan. Padahal pembangunan dan perluasan kawasan tawaf sudah selesai.
Oleh karena itu, menurut Hidayat, penting bagi Pemerintah Indonesia untuk menagih janji pengembalian kuota yang dipangkas tersebut.
[Gambas:Video CNN]
Dengan semakin meningkatnya penduduk Indonesia, peraturan rasio 1/1000 yang ditetapkan sejak 1987, menurut dia, sudah tidak relevan. Meningkatnya permintaan haji dalam kondisi kuota haji yang tidak berubah menyebabkan waktu tunggu calon jamaah haji semakin panjang. Hidayat menyebutkan, di Sulawesi Selatan masa tunggu haji sudah mencapai 40 tahun, di Sumatera sekitar 25 tahun, di DKI Jakarta 20 tahun..
"Agar Pemerintah Indonesia mengusulkan kembali kepada OKI untuk membahas ulang mengenai pembagian kuota, sebab payung hukumnya ada di sana. Jika payung hukumnya bisa kita ubah, maka ini akan membawa manfaat yang besar bagi calon jamaah haji kita," ujar Hidayat.
(kid, Antara/ugo)from CNN Indonesia https://ift.tt/37BOClZ
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Menag: Pemerintah Akan Tambah Kuota Haji Cadangan 2020"
Post a Comment