Berkat Susi pula, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) semakin dikenal masyarakat. Pamor lembaga tersebut meningkat.
Namun, bukan berarti Susi dan KKP tidak pernah mendapat kritik. Masih ada kebijakannya yang menuai pro dan kontra dari pihak-pihak yang berkepentingan.
Salah satunya soal pelarangan alat tangkap cantrang. Nelayan yang selama ini bergantung pada alat tangkap itu tercatat beberapa kali berunjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta.
Mereka, yang berasal dari berbagai daerah, mendesak Presiden Jokowi turun tangan agar Susi mencabut larangan penggunaan cantrang.
Reputasi KKP dan Capaian Susi
KKP pertama kali dibentuk pada 1999 silam. Kala itu, Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur menganggap laut Indonesia yang sangat luas perlu dikelola oleh suatu departemen atau kementerian sendiri.
Dari sejumlah menteri kelautan dan perikanan yang pernah ada, Susi tergolong yang paling dikenal oleh masyarakat Indonesia. Popularitasnya tidak bisa dibandingkan dengan menteri-menteri sebelumnya, antara lain Sarwono Kusumaatmadja, Rokhmin Dahuri, Freddy Numberi, Fadel Muhammad atau Sharif Cicip Sutarjo.
Susi menjawab kepercayaan yang diberikan dengan mengeluarkan salah satu terobosan yang menyita perhatian publik. Tidak lain tidak bukan, yakni menenggelamkan kapal asing yang menangkap ikan di perairan Indonesia.
Kebijakan tersebut sesuai dengan tekad pemerintahan Jokowi yang ingin menegakkan kedaulatan Indonesia di wilayah perairannya. Hal itu seirama dengan misi Jokowi membuat Indonesia menjadi negara poros maritim yang kuat.
Hingga Mei 2019, Susi telah menenggelamkan 503 kapal asing. Atas prestasinya tersebut, Susi mendapat ucapan selamat dan dukungan dari Paus Fransiskus di Vatikan. Inggris, yang notabene merupakan negara maritim, juga memuji ketegasan Susi melalui Duta Besar Moazzam Malik.
Mantan Menteri KKP Rokhmin Dahuri pun turut memuji Susi mengenai hal itu.
"Kita harus fair ya bahwa dari sudut penegakan hukum saya kira sudah cukup membuahkan hasil," ucap Rokhmin di Jakarta, Selasa (6/8).
Tidak hanya itu, Susi pun berhasil meningkatkan stok dan ekspor perikanan Indonesia. Neraca perikanan Indonesia menjadi yang terbaik di antara negara-negara Asia Tenggara. Naik terus setiap tahun.
Ekspor juga terus meningkat sekitar 10-12 persen setiap tahun. Bahkan, semester I 2019, ekspor meningkat hingga 24,29 persen dibanding semester I 2018. Komoditas ekspor semester I tahun ini mencapai Rp40,57 triliun.
"Ini kan capaian yang luar biasa. Nah kalau ikannya banyak kira-kira nelayannya senang enggak? Penghasilannya meningkat," tutur Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan KKP, Sjarief Widjaja di Jakarta, Selasa (6/8).
Terlepas dari sejumlah pencapaian yang membuat nama Susi harum, nelayan industri kecil harus serak berteriak ketika cantrang dilarang digunakan.
![]() |
Polemik cantrang pertama kali mencuat pada 2015. Kala itu, Susi menerbitkan Peraturan Menteri No. 2 tahun 2015 Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
Susi menerbitkan kebijakan itu demi menjaga ketersediaan sumber daya perikanan di laut Indonesia. Penggunaan cantrang dinilai merusak ekosistem dasar laut, sehingga tidak boleh digunakan.
Merujuk data Kementerian Kelautan dan Perikanan, penggunaan alat tangkap cantrang pada 2004 mencapai 3.209 unit. Kemudian naik jadi 5.100 unit pada 2007. Pada 2015 berjumlah 10.758 unit. Cantrang dianggap menjadi alat tangkap yang berlebihan (overfishing).
Masyarakat pesisir yang notabene berprofesi sebagai nelayan lantas menjerit. Mereka, yang selama itu menggunakan cantrang, merasa kebijakan tersebut semena-mena dan merugikan nelayan industri kecil.
Sebulan kemudian, nelayan Batang, Jawa Tengah memblokir jalur pantai utara. Aksi dilakukan sebagai sikap protes terhadap pelarangan cantrang.
Memasuki Oktober 2015, nelayan Probolinggo protes keras lantaran 7 kapal ditangkap petugas meski memiliki dokumen lengkap. Mereka diamankan karena menggunakan alat tangkap yang telah dilarang.
Pelarangan cantrang kemudian ditunda hingga Desember 2016. Diperpanjang lagi hingga Juni 2017. Setelah itu, pelarangan juga kembali ditunda hingga akhir 2017.
Cantrang jadi boleh digunakan dengan catatan. Misalnya, kapal yang menggunakan cantrang tidak boleh bertambah.
Nelayan kembali memprotes. Mereka lantas kembali berdemonstrasi di depan Istana Negara, Jakarta pada 2018. Jumlahnya mencapai ribuan dan berasal dari berbagai daerah.
Pada saat itu, Presiden Jokowi mengundang perwakilan nelayan untuk mengutarakan keluhannya. Susi juga ikut bersama mereka. Hasil pertemuan itu adalah pelarangan cantrang kembali ditunda.
![]() |
Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan KKP, Sjarief Widjaja memberi sinyal pihaknya tidak akan kembali melegalkan penggunaan alat cantrang di seluruh wilayah perairan Indonesia. Dengan catatan hanya 6 wilayah yang diperbolehkan.
Ke depannya, Syarief berharap alat tangkap cantrang benar-benar ditinggalkan nelayan secara bertahap. Salah satu langkah yang ditempuh adalah membagikan alat tangkap ramah lingkungan kepada para nelayan.
"Kita berharap supaya nelayan pada saatnya nanti ya berpindah dan kita terus-menerus, tahun lalu aja 2017 kita sudah membagi hampir 11 ribu (alat tangkap)," ucap Syarief.
Menurut Koordinator Jaringan Matahari Nanang El Ghazal, pelarangan cantrang akan selalu membuat nelayan tidak senang. Saat ini, pelarangan itu memang ditunda. Akan tetapi, bukan berarti menghilangkan ketakutan di benak para nelayan.
"Nelayan memang melaut. Tapi dalam kondisi tidak pasti. Artinya jangan-jangan ketika melaut tiba-tiba ditangkap karena kebijakan yang sehari boleh sehari tidak boleh," kata Nanang.
Nanang juga mengatakan bahwa nelayan sudah pernah mencoba untuk mengganti alat cantrang. Misalnya dengan Gillnet atau Jaring Insang.
Namun, alat tersebut justru sekaligus menangkap ikan kecil. Harganya pun mahal. Karenanya, cantrang masih dianggap sebagai alat tangkap yang ideal.
"Berganti alat tangkap? Sudah kok. Sudah dilakukan oleh nelayan mengikuti arahan KKP, tapi ternyata alat tangkap itu tidak ekonomis. Mahal dan tidak memperbaiki kesejahteraan nelayan," katanya.
Nanang berharap KKP ke depannya benar-benar memperhatikan kondisi nelayan sebelum mengeluarkan kebijakan. Alangkah baik pula, kata Nanang, jika Kementerian KKP menerapkan masa transisi sebelum kebijakan dilakukan.
"Yang paling penting, lihat nelayan. Karena KKP kan beririsan dengan nelayan. Jadi jangan semena-mena ketika keluarkan kebijakan," tutur Nanang.
[Gambas:Video CNN] (bmw)
from CNN Indonesia https://ift.tt/2BnbruQ
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Jerit Nelayan di Negeri Maritim"
Post a Comment