Uang suap tersebut diterima secara langsung oleh terdakwa Bowo atau melalui orang kepercayaannya, M Indung Adriani.
"Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut sebagai pegawai negeri atau penyelenggara negara," ujar Jaksa Kiki Ahmad Yani saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (14/8).
Jaksa mengungkapkan, uang diberikan karena Bowo telah membantu PT HTK mendapatkan kerja sama pekerjaan pengangkutan dan sewa kapal dengan PT Pilog. Sebelumnya, kontrak kerja sama antara PT HTK dan PT Pilog telah diputus atau berhenti.
Pada 26 Februari 2019, masih dalam dakwaan JPU, terjadi MoU antara PT Pilog dengan PT HTK dalam optimalisasi dan utilisasi asset. Salah satu poinnya adalah disepakati bahwa PT Pilog akan menyewa kapal MT Griya Borneo milik PT HTK dan sebaliknya PT HTK akan menyewa kapal MT Pupuk Indonesia milik PT Pilog.
Di balik perjanjian itu, Bowo Sidik diduga meminta jatah fee kepada PT HTK atas biaya angkut yang diterima sekitar US$1,5 per metrik ton.
"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya," ucap Jaksa.
Atas ulahnya ini, Bowo didakwa melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Rp 300 juta dari Swasta lain
Dalam sidang yang sama, Bowo Sidik juga didakwa menerima suap dari Direktur Utama PT Ardila Insan Sejahtera (Persero), Lamidi Jimat. Bowo disebut menerima suap sebesar Rp300 juta usai membantu PT Ardila Insan Sejahtera mendapat pekerjaan penyediaan BBM (Bahan Bakar Minyak) jenis Marine Fuel Oil (MFO) kapal-kapal PT Djakarta Lloyd (Persero).
Selain memuluskan proyek, peran Bowo diketahui sekaligus menagih pembayaran utang ke PT Djakarta Lloyd.
Jaksa mengatakan, Pada Juli 2018 PT Djakarta Llyod belum membayar kewajiban kepada perusahaan milik Lamidi sebesar Rp2 miliar. Utang itu berasal dari jasa pekerjaan perusahaan milik Lamidi kepada PT Djakarta Lloyd dalam angkutan dan pengadaan BBM di tahun 2009.
Lamidi juga meminta kepada Bowo agar perusahaan mendapatkan pekerjaan penyediaan BBM jenis MFO dari PT Djakarta Lloyd. Kemudian, pada Agustus 2018 Bowo mempertemukan Lamidi dengan Direktur Utama PT Djakarta Llyod Sutoyo di Hotel Mulia Senayan, Jakarta. Bowo meneruskan apa yang menjadi tujuan dari Lamidi dalam pertemuan ini.
Namun, Sutoyo menyampaikan tidak bisa melunasi utang dan akan membayar sesuai dengan keputusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), yaitu dengan cara diangsur mulai tahun 2019 dibayar per triwulan.
Selanjutnya, Lamidi mengatakan kepada Sutoyo bahwa perusahaannya telah memasukkan penawaran pekerjaan penyediaan BBM jenis MFO untuk kapal-kapal PT Djakarta Lloyd. Atas dasar itu, kata Jaksa, Bowo meminta Sutoyo agar memperhatikan permohonan tersebut dan membantunya menjadi vendor atau sebagai penyedia BBM ke PT Djakarta Lloyd.
Lamidi disebut memberikan uang kepada Bowo senilai Rp300 juta secara bertahap dengan pemberian pertama Rp50 juta, kedua Rp50 juta, ketiga Rp20 juta, keempat Rp80 juta dan pemberian terakhir sejumlah Rp100 juta.
(ryn/ain)
from CNN Indonesia https://ift.tt/2KDDWII
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Bowo Sidik Didakwa Terima US$163 Ribu dan Rp311 Juta"
Post a Comment