Ono mengungkapkan, selain persoalan urgensi, wacana tersebut sejauh ini juga belum mendapatkan persetujuan DPRD Jabar.
"Karena memang itu belum pernah diajukan dan belum ada rencana sebelumnya dan saya berpikir mereka harus melakukan kajian yang mendalam sebelum memutuskan. Kalaupun kajian harus dilakukan harus komprehensif," kata Ono, Jumat (30/8).
Ono mengatakan, wacana pemindahan Ibu Kota Jabar oleh Ridwan diharapkan bukan sekadar ikut-ikutan dengan rencana perpindahan Ibu Kota Negara yang sudah diwacanakan sejak era Presiden Soekarno.
Pemindahan ibu kota negara, kata dia, telah melalui proses panjang dengan mengubah isu pokok pembangunan dari Jawa sentris menjadi Indonesia sentris. Beda halnya dengan pemindahan ibu kota provinsi yang tentu tak semudah membalik telapak tangan."Diperlukan proses yang sangat panjang dan harus dilakukan kajian yang mendalam dengan mempertimbangkan banyak aspek, terutama ekonomi, sosial, budaya, keamanan dan lingkungan," ucapnya.
Menurut Ono, Jabar masih berfokus pada isu pemerataan pembangunan seperti utara-selatan atau Bandung-Ciayumajakuning. Sehingga di saat belum tercapainya upaya pemerataan pembangunan tersebut, tidaklah pantas bila tiba-tiba melakukan rencana perpindahan Ibu Kota Jabar.
Dia menambahkan, saat ini sudah dan sedang dilakukan pembangunan skala besar sebagai proyek nasional di Jabar, seperti di Walini (Kereta Cepat), Majalengka (Bandara Kertajati) dan Subang (Pelabuhan Patimban). Dari situ tentunya perlu dipertimbangkan rencana jangka panjang, apakah daerah-daerah tersebut akan menjadi pusat ekonomi (industri dan perdagangan) ataukah menjadi pusat pemerintahan (pelayanan).
"Karena apabila tidak direncanakan dengan baik maka suatu saat akan kembali mengalami kondisi seperti Kota Bandung atau DKI Jakarta," kata anggota DPR Dapil 8 Jabar itu.
Ono mengungkapkan, kajian yang dilakukan Ridwan Kamil seyogyanya tidak hanya meliputi ketiga daerah opsi, tetapi lebih komprehensif, lengkap dan mendalam terhadap Jabar secara utuh.
"Kajian itu harus bisa menggambarkan rencana Jawa Barat 10, 20 bahkan 50 tahun ke depan. Sehingga bila hasil kajian itu benar-benar mengharuskan perpindahan Ibu Kota Jawa Barat, maka tidak meninggalkan pembangunan di Kabupaten/Kota lainnya. 27 Kabupaten/Kota wajib menikmati pembangunan secara utuh dan seadil-adilnya," katanya.
Terpisah, pengamat tata kota Nirwono Joga menilai keinginan Pemprov Jabar untuk memindahkan ibu kota provinsi tidak ada urgensinya. Kota Bandung, menurutnya, masih laik menjadi pusat pemerintahan saat ini.Nirwono menyebutkan, lebih tepat pemerintah daerah bisa memperbaiki infrastruktur Kota Bandung maupun kabupaten penyangga lainya. Selain itu perlu juga dibangun infrastruktur dalam kota seperti tempat yang ramah bagi pejalan kaki, pesepeda, transportasi publik yang terintegrasi dan lain sebagainya.
"Juga harus fokus pada percepatan pembangunan kabupaten/kota di Jabar agar SDM masyarakat lebih unggul," katanya.
Sebelumnya, isu terkait rencana pemindahan Ibu Kota Jabar dari Kota Bandung kembali mencuat. Ada tiga wilayah yang diproyeksikan, yaitu Walini, Tegalluar, dan Rebana (Cirebon-Patimban-Majalengka).
Rencana pemindahan itu sudah masuk dalam pembahasan bersama DPRD Jabar. Bahkan, dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat 2009-2013 pun pembahasan itu sudah masuk dan sudah disahkan.
Wacana pemindahan Ibu Kota Provinsi Jawa Barat dari Kota Bandung ke kawasan baru pernah mencuat pada 2016 lalu. Ketika itu, wacana Walini sebagai calon ibu kota Jabar mencuat seiring peresmian groundbreaking proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung oleh Presiden Joko Widodo yang dilakukan di Kawasan Perkebunan Teh Walini, 21 Januari 2016.
[Gambas:Video CNN] (hyg/osc)
from CNN Indonesia https://ift.tt/32aBmkA
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "PDIP Pertanyakan Urgensi Ridwan Kamil Pindah Ibu Kota Jabar"
Post a Comment