Dua siswi kemudian memasuki ruangan mungil itu dan bergantian memamerkan hasil prakarya berupa vas bunga dan bingkai foto yang terlihat mengkilap. Cicih pun memuji kerja keras mereka sambil menyuruh kembali memoles kelasnya.
Bagi Cicih (59), salah satu momen yang membekas selama puluhan tahun kariernya sebagai pengajar adalah saat siswa memamerkan hasil dari pelajaran yang ia berikan.
Sayangnya, momen itu tak semuanya bisa didapatkan dari semua siswa. Ia menyebut persoalan rokok, narkoba, hingga keluarga bisa menjadi penyebabnya. Ia kemudian mencontohkannya dengan Fatih (bukan nama sebenarnya), mantan siswanya di SDN 15 Grogol Selatan, Jakarta Selatan. Lokasi itu jadi sekolah pertama ia menjabat sebagai kepala sekolah.
"Sebelumnya saya enggak tahu apa-apa tentang sekolah itu. Tapi di sana dikasih tahu sama guru-guru; harus hati-hati, karena di sini banyak preman, banyak narkoba," ia bercerita kepada CNNIndonesia.com, Selasa (25/2).
SDN 15 Grogol Selatan lokasinya berada di dalam gang kecil dengan lebar yang tak sampai 1 meter di Jalan Panjang Cidodol, Jakarta Selatan. Lokasinya juga menempel dengan perkampungan warga.
Ukuran gedung sekolah juga tak begitu besar. Untungnya, sekolah itu masih dilengkapi banyak ruang kelas dan satu lapangan bola. Saat Cicih menjabat Kepsek pada 2011, bangunan sekolah dibagi untuk empat SDN.
Suasana di Sekolah Dasar Negeri 07 Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. (CNN Indonesia/Feybien Ramayanti)
|
Meskipun masih duduk di kelas tiga, katanya, Fatih sudah berusia 15 tahun; ia sering tinggal kelas. Setiap didekati, badan dan napasnya semerbak bau asap rokok.
Sang kepsek pun mendekati Fatih. Beberapa kali dirayu berbincang di ruangannya, Fatih yang mulanya acuh akhirnya luluh juga. Dari situ Cicih mendapati ternyata siswanya itu tiap pagi rajin mengamen naik turun angkutan umum.
"Uangnya untuk apa?," tanya Cicih ke Fatih.
"Untuk bantu ibu," responsnya, ditirukan oleh Cicih."Memangnya bapak ke mana?," tanya dia lagi.
"Pergi ke Jawa. Enggak balik lagi. Bapak saya ninggalin dua anak, dan ibu. Jadi ibu kuli nyuci, saya ngamen," jawab Fatih, dengan nada ringan.
Cicih mengaku tak melarang siswanya itu mengamen. Namun bau rokok pada napasnya dan penampilan Fatih buat dirinya khawatir. Fatih bercerita kenalan dengan tembakau dari teman-teman sesama pengamen.
Foto: CNN Indonesia/Laudy Gracivia
|
"Di kebon. Waktu itu malam-malam. Enggak tahu saya tiba-tiba diajak sama teman," ujarnya gugup.
Ketika ditawari rokok itu, ia bahkan belum tahu bahaya dari kepulan asap jika dihisap ke dalam paru-paru.
"Orang tua tahu. Terus langsung dimarahin. Abang juga tahu. Tapi guru di sekolah kayaknya enggak tahu sih," tambahnya.
Salah satu pegawai minimarket di dekat kawasan sekolah di Jakarta Selatan mengaku pelanggan usia siswa SMP kerap membeli rokok. Namun, kebanyakan tidak memakai seragam sekolah. Bahkan ada di antaranya yang terlihat masih usia SD."Biasanya kita tanya kamu beli rokok buat siapa. Ngerokok atau enggak. Mereka biasanya jawab buat om, buat bapak. Kalau begitu kita kasih kepercayaan saja. Apalagi kalau gelagatnya nggak kayak orang ngerokok. Tapi kita nggak tahu di luar gimana," ujarnya kepada CNNIndonesia.com.
Menurut data dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, tren usia merokok pada usia remaja (10 sampai 19 tahun) terus meningkat dari tahun 2007, 2010, sampai 2013.
Global Youth Tobacco Survey (GYTS) juga menyatakan Indonesia sebagai negara dengan angka perokok remaja tertinggi di tahun 2014.
[Gambas:Video CNN]
Rinciannya, pertama pada perokok laki-laki, 43,4 persen pertama kali mencoba rokok usia 12 sampai 13 tahun; 26,7 persen usia 10 sampai 11 tahun; 10,9 persen pada delapan sampai sembilan tahun; 7,3 persen di usia 14 sampai 15 tahun; dan 7,3 persen di bawah tujuh tahun.
Kedua, pada perokok perempuan; 21,5 persen mulai mencicipi tembakau pada usia 14 sampai 15 tahun; 21,5 persen usia di bawah tujuh tahun; 18 persen usia 10 sampai 11 tahun; 11 persen pada usia delapan sampai sembilan tahun; dan 4 persen saat usia 12 sampai 13 tahun.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi menyebut upaya untuk menurunkan jumlah perokok anak dan remaja bisa dilakukan lewat kenaikan tarif cukai rokok yang mulai diberlakukan di awal 2020.
Dia menyebut dalam 10 tahun terakhir tren perokok menurun hingga 1,2 persen. Namun, perokok generasi muda anak dan remaja justru meningkat dari 7,2 persen menjadi 9,1 persen."Dengan adanya kebijakan ini, tentunya kami harapkan penurunan [jumlah perokok anak dan remaja] ini lebih besar lagi, karena memang persentasenya relatif," kata Heru.
(fey/arh)
from CNN Indonesia | Berita Terkini Nasional https://ift.tt/2Vst33I
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Fatih, Mengamen, dan Kisah Para Perokok dari Sekolah"
Post a Comment