Ia mengaku peristiwa kekerasan yang dialaminya itu menjadi titik balik untuk setidaknya belajar mengenal gender dan seksualitas. Dari sana, ia dapat menyimpulkan bahwa seksualitas merupakan hak setiap orang dan menjadi bagian identitas politik.
Malam itu, Toyo sedang memainkan gawai sembari tiduran. Beberapa saat kemudian sebuah pesan masuk ke kolom percakapan berbentuk file pdf yang pada intinya bertuliskan 'Draf RUU Ketahanan Keluarga'. Toyo berkata pesan itu diterimanya dari jaringan LSM Perempuan di aplikasi WhatsApp.
Membaca sedikit perihal bagian menimbang dan ketentuan umum draf RUU tersebut, ia mengaku sama sekali tidak tertarik. Ia lantas melongkapi untuk membaca bagian yang membahas khusus mengenai Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT).
"Aku sebenarnya enggak sanggup baca semuanya. Aku punya drafnya, tapi emosiku langsung enggak tahan," kata Toyo melalui sambungan telepon kepada CNNIndonesia.com, Kamis (20/2).
RUU Ketahanan Keluarga mengkategorikan LGBT ke dalam penyimpangan seksual dan singkatnya, ingin merehabilitasi kelompok LGBT dalam konteks penyembuhan.
Toyo menilai pengambil kebijakan sama sekali tidak memahami apa yang sudah ia-- beserta teman-temannya, alami. RUU Ketahanan Keluarga yang saat ini masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020, mendiskreditkan mereka.
"Memang di RUU ini tidak dikriminalkan, tapi dalam konteks rehabilitasi. Tapi itu juga bagian dari kekerasan. Aku melihat, 'heh, apalagi sih'. Buat apalagi kelompok-kelompok itu, mau mengganggu lagi-mengganggu lagi," kata Toyo.
Infografis Pasal-pasal Kontroversi RUU Ketahanan Keluarga. (CNNIndonesia/Basith Subastian)
|
Toyo menuturkan pada awalnya ia menutup identitas aslinya, setidaknya itu dilakukan sampai bangku perkuliahan. Seiring waktu berjalan, usai penggerebekan pada 2007 lalu, ia sudah membuka diri dengan memperlihatkan statusnya.
"Sekarang sudah berani melawan. Sudah punya auto lawan. Melawannya dengan argumen. Jadi, kalaupun ada yang melakukan itu [diskriminasi], aku bisa melawan," tegas dia.
Toyo, yang saat ini menjadi bagian dari organisasi Suara Kita hanya mengkhawatirkan nasib yang kemungkinan dialami teman-temannya ketika RUU tersebut disahkan.
"Kalau saya dalam konteks personality saat ini, saya enggak ada masalah apa-apa terhadap diri saya sebagai LGBT," aku dia.
Zaky Pradana, tidak ambil pusing dengan kemunculan RUU Ketahanan Keluarga. Senada dengan Toyo, ia memandang legislator sama sekali tidak memahami LGBT dengan menyebutnya sebagai penyimpangan seksual.
"Menurut gua ini [RUU Ketahanan Keluarga] eneng-eneng; mengada-ada. Khayal-khayal babu gua pikir," kata Zaky kepada CNNIndonesia.com, Jum'at (21/2).
Zaky sepanjang hidupnya mengaku tidak pernah mengalami diskriminasi dari masyarakat sekitar. Orang tua, kata dia, juga tidak pernah mengintervensi hidupnya karena hubungan keluarga yang disharmonis sejak dahulu.
Bahkan, sampai sekarang, hubungan dia dengan laki-laki atau partnernya berjalan baik-baik saja.
Insert Artikel - LGBT. (CNN Indonesia/Laudy Gracivia)
|
"Di negeri ini banyak yang blow up, cuma berani ngomong. Tapi mereka enggak akan ada eksekusi ke mana-mana. Isu LGBT dari zaman baheula [dulu] sampai sekarang diangkat, enggak ke mana-mana larinya," tegas dia.
"Dari zaman digerebek, sampai masuk ke Tv, enggak ada kemajuan apa-apa. Biasa-biasa aja," sambungnya.
Direktur Advokasi dan Kebijakan Publik Support Group and Resource Center On Sexuality Studies (SGRC) Riska Carolina, mengatakan masyarakat Indonesia semakin jauh keilmuannya soal isu LGBT.
Menurut dia, seharusnya legislator dapat menjelaskan secara jelas bagian mana dari LGBT yang dinilai menyimpang.
"Saya jujur malu, ya, untuk pasal-pasal yang menyangkut teman-teman LGBT di RUU [Ketahanan Keluarga] ini. Malu karena masyarakat kita makin jauh dari keilmuan dan makin dekat dengan diskiriminasi," kata Riska kepada CNNIndonesia.com, Kamis (20/2).
Ia pun menjelaskan dalam buku Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III bagian F.66 tentang orientasi seksual, disebutkan bahwa 'Orientasi seksual dengan sendirinya tidak dapat dianggap sebagai gangguan'.
"Begitu pula dalam DSM V [Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders] ataupun ICD 11[International Classification of Disease] yang terbaru," sambung dia.
Riska pun mempertanyakan Pasal 85 draf RUU Ketahanan Keluarga yang mengatur tentang penanganan krisis keluarga karena penyimpangan seksual. Ia mengimbau agar para pengambil kebijakan tidak salah langkah membuat aturan yang nantinya justru berdampak kepada tingginya angka persekusi terhadap LGBT.
"Lagi pula badan (pasal 85) semacam apa yang pantas memberikan rehabilitasi kepada individu atas orientasi seksual dan identitas gendernya," tanya dia.
[Gambas:Video CNN] (ryn/pmg)
from CNN Indonesia https://ift.tt/38RyX2f
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "LGBT soal RUU Ketahanan Keluarga: Kelompok Itu Ganggu Lagi"
Post a Comment