Search

Virus Corona dan Kegagapan Pemerintah

Jakarta, CNN Indonesia -- Kegaduhan penanganan penyebaran Virus Novel Corona (2019-nCov) menjadi sorotan publik. Transparansi pemerintah soal penanganan disebut sebagai faktor utama penolakan sejumlah warga di Natuna.

Polemik bermula akhir Januari 2019 saat penyebaran virus corona menyita perhatian publik. Saat itu Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso mengumumkan sedang menangani pasien terduga (suspect) Corona.

RSPI Sulianti Saroso mengumumkan hal tersebut pada Jumat (24/1). Padahal suspect tersebut telah dirujuk ke RSPI dua hari sebelumnya atau sejak Rabu (22/1).


Selain itu, Pokja Penyakit Infeksi Emerging, Pompini Agustina menyampaikan suspect tersebut telah terdeteksi oleh pemindai suhu tubuh atau thermal scanner memiliki panas di atas 38 derajat Celcius. Suspect itu disebut sudah mengalami demam sejak berangkat dari China.

Informasi tentang suspect corona itu lolos dari pantauan. Sebab, pada Selasa (28/1), Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas I Bandara Soekarno-Hatta, Anas Ma'aruf mengklaim pihaknya tidak pernah menemukan penumpang yang terduga terjangkit Corona. Bahkan ia memastikan tak ada penumpang dari China yang memiliki suhu tubuh 38 derajat saat masuk ke Indonesia.

Tak berhenti di situ, transparansi pemerintah juga dipertanyakan saat hendak melakukan evakuasi WNI dari Wuhan. Penjemputan diumumkan secara mendadak pada Jumat (31/1).

Pemerintah merahasiakan lokasi karantina. Saat tim penjemputan berangkat ke China, Pemerintah baru menyebut Natuna bakal jadi tempat karantina selama dua pekan.

Keputusan Pemerintah mengarantina 238 orang warga negara Indonesia (WNI) dari Hubei, China di Kabupaten Natuna berujung aksi demonstrasi penolakan. Wakil Bupati Natuna Ngesti Yuni Suprapti menyebut kebijakan itu dipaksakan dan ia mengaku tidak diberi tahu lebih dulu.

Menlu Retno Marsudi menyebut 241 WNI dijemput dari Wuhan, China. Sementara Menkes Terawan Agus Putranto menyebut 238 WNI yang dijemput Menlu Retno Marsudi menyebut 241 WNI dijemput dari Wuhan, China. Sementara Menkes Terawan Agus Putranto menyebut 238 WNI yang dijemput (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Direktur Eksekutif Lembaga Survei KedaiKOPI Kunto Adi Wibowo menilai polemik tentang corona disebabkan kegagapan Pemerintah Indonesia mengelola krisis. Terutama terkait isu-isu kesehatan.

Kunto berpendapat akar masalah kegagapan itu adalah pola pikir dan pola kerja pemerintah yang masih sektoral, sehingga kementerian/lembaga berjalan sendiri-sendiri dalam menangani krisis.

"Memang akhirnya ada miskoordinasi dan miskomunikasi karena memang secara inheren birokrasi kita tidak lentur. Birokrasi kita terlalu kaku, satu kementerian urusin satu sektor saja. Akhirnya tidak bisa luwes hadapi krisis seperti ini," kata Kunto kepada CNNIndonesia.com, Senin (3/1).

Kunto menyampaikan seharusnya pemerintah transparan. Pemerintah tidak seharusnya menutup-tutupi langkah penanganan, seperti saat merahasiakan lokasi karantina.

Pemerintah juga perlu lebih cepat memperbarui informasi terkait corona. Sebab mereka berkejaran dengan penyebaran hoaks.

"Problemnya kan di kita seperti Menkes bilang, 'Santai saja'. Nah itu kan justru membuat kekhawatiran orang menjadi-jadi, 'Ini bagaimana sih Pemerintah kok enggak serius?' Mereka akan lebih punya alasan untuk konsumsi berita-berita yamg sifatnya hoaks, karena sesuai dengan kekhawatiran mereka," ucap Kunto.

[Gambas:Video CNN]
Dihubungi terpisah, Pakar Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai kisruh penyebaran corona disebabkan putusnya jalur komunikasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Trubus menyoroti penunjukkan Natuna sebagai lokasi karantina secara tiba-tiba. Menurutnya, kebijakan publik haruslah melibatkan masyarakat dan pemerintah daerah. Namun kali ini Trubus menyebut pemerintah pusat mengabaikan pendapat daerah.

"Kebijakan karantina WNI terkait virus corona di Natuna itu kebijakan elitis. Artinya apa? Kebijakan itu dirumuskan oleh pemerintah pusat dalam situasi yang mendadak dan tidak dikomunikasikan dulu," ucap Trubus kepada CNNIndonesia.com, Senin (3/1).

Seharusnya, kata Trubus, Pemerintah melakukan tiga langkah sebelum mengumumkan hal tersebut, yaitu sosialisasi, komunikasi, dan edukasi. Sosialisasi dilakukan agar publik tak merasa Pemerintah semena-mena.

Kemudian komunikasi harus dilakukan secara intens. Pemerintah semestinya bisa meyakinkan warga Natuna bahwa karantina itu tak akan berdampak buruk pada warga sekitar.

Sementara edukasi diperlukan untuk menghapus praduga-praduga yang timbul di masyarakat. Misalnya, jara Trubus, Pemerintah menjelaskan terkait penyebaran virus corona.

"Selama ini Corona dianggap publik menakutkan. Karena edukasinya yang lemah dari pemerintah pusat, kemudian memunculkan resistensi, perlawanan, penolakan," ucap dia.

Meski sempat didemo, pemerintah tetap bersikukuh menempatkan ratusan WNI dari Wuhan, China di Natuna. Mereka ditempatkan di Pangkalan Udara TNI Raden Sadjad Ranai, Natuna.

Warga lantas kembali berunjuk rasa. Kantor DPRD Kabupaten Natuna dijadikan target. Mereka meminta agar tempat karantina dan observasi dipindahkan dari Natuna. Bahkan kalau perlu di kapal perang.

"Masyarakat Natuna ingin minta dipindahkan ke kapal perang atau daerah lain. Ini bukan masalah kemanusiaan saja, tetapi menyangkut kemanusiaan juga," ucap warga Natuna, Ropihudin, Senin (3/2).

Menkes Terawan Agus Putranto bergeming. Tempat karantina dan observasi tetap akan di Natuna. Justru, menurut Terawan, tidak manusiawi jika dipindah ke kapal perang.

"Coba bayangkan kalau di kapal perang. Kita enggak manusiawi. Apalagi kalau kapal perang, memang tidak disiapkan untuk itu. Ada anak-anak, ibu hamil, jadi kita harus rasional lah," ucap Terawan di Gedung DPR, Jakarta, Senin (3/2).

(dhf/bmw)

Let's block ads! (Why?)



from CNN Indonesia https://ift.tt/2Op4gch
via IFTTT

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Virus Corona dan Kegagapan Pemerintah"

Post a Comment

Powered by Blogger.