"Tindakan polisi ini dikhawatirkan semakin memberi ruang untuk terus berkembangnya intoleransi di Sumatera Barat," kata anggota Koalisi, Rifai Lubis dalam keterangan tertulis yang diterima CNNIndonesia.com, Selasa (7/1).
Koalisi mendesak Polda Sumbar untuk tidak melakukan penangkapan terhadap orang-orang yang memperjuangkan hak beribadah orang lain. Oleh karenanya, Rifai mendesak Polda Sumbar segera membebaskan Sudarto.
"Semestinya penjara itu diperuntukkan bagi orang yang membuat hak orang lain terpenjara. Kami tahu Sudarto memperjuangkan kebebasan beribadah orang lain bukan malah menghambatnya," kata Rifai.
Sudarto adalah Direktur Pusat Studi Antar Komunitas (Pusaka) Padang. Saat ada larangan Natal di Kabupaten Dharmasraya dan Sijunjung, Sumbar, dia merupakan salah satu aktivis yang paling aktif memperjuangkan hak korban.
Sudarto ditangkap aparat kepolisian dari Ditreskrimsus Polda Sumbar di Kantor Yayasan Pusaka sekitar pukul 13.15 WIB pada Selasa (7/1). Dia diduga menyebar informasi yang menimbulkan kebencian lewat media sosial.
Penangkapan terhadap Sudarto dilakukan oleh Polda Sumbar berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/77/K/XII/2019/Polsek pada 29 Desember 2019 atas nama Harry Permana selaku Ketua Pemuda Jorong Kampung Baru di Nagari Sikabau, Kabupaten Dharmasraya.
Direktur LBH Padang sekaligus tim kuasa hukum Sudarto, Wendra Rona Putra mengatakan penangkapan Sudarto berdasarkan informasi yang diperoleh pelapor soal larangan perayaan Natal di Nagari Sikabau. Setelah ditelusuri, informasi itu bersumber dari akun facebook Sudarto.
Pada 2017, beredar pula pemberitahuan larangan Natal di Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat. (Dok.Istimewa)
|
"Dalam laporan polisi tersebut, pelapor merasa terkejut melihat postingan Sudarto yang bilang ada pelarangan ibadah Natal. Namun pelapor mengecek surat Wali Nagari mengatakan tidak ada pelarangan ibadah yang ada dilarang membawa jemaah dari luar Sikabu untuk beribadah," kata Wendra dalam keterangan tertulis.
Penangkapan Sudarto menurut Wendra tak melalui pemanggilan awal terlebih dahulu. Oleh karenanya, dia menilai penangkapan Sudarto telah melanggar ketentuan sesuai Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.
Wendra mengatakan Sudarto sempat terkejut saat tiba-tiba menerima langsung kedatangan pihak kepolisian untuk melakukan penangkapan. Sesaat sebelum didatangi, Sudarto hanya sempat menerima panggilan telepon dari nomor tak dikenal yang meminta bertemu di Kantor Pusaka.
Namun setelah ditunggu, delapan anggota Polda Sumbar mendatangi Kantor Pusaka dan langsung menangkap Sudarto dengan memperlihatkan Surat Perintah Penangkapan: SP.Kap/4/I/RES2.5/2020/Ditreskrimsus.
"Polisi yang melakukan penangkapan tersebut sempat akan menyita komputer yang ada di Pusaka. Akan tetapi, penyitaan tersebut ditolak oleh Sudarto karena tidak ada perintah dari pengadilan," ujar Wendra.
Wendra menilai penangkapan Sudarto merupakan salah satu bentuk pembungkaman demokrasi di Indonesia. Tindakan ini, lanjut Wendra, sekaligus menambah deret pemakaian pasal karet UU ITE yang dilakukan negara membungkam suara kritis masyarakat.
"Tentunya penangkapan Sudarto sangat berbahaya bagi perkembangan demokrasi ke depan terlebih dalam isu-isu kebebasan beragama dan berkeyakinan," ujarnya.
[Gambas:Video CNN] (thr/pmg)
from CNN Indonesia https://ift.tt/2N8fOA1
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Penangkapan Terkait Natal Dinilai Beri Ruang Intoleransi"
Post a Comment