Pelaksana Tugas Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri menyatakan penyidik mendalami perihal surat Justice Collaborator (JC) mantan politikus PKB Musa Zainudin, dalam pemeriksaan terhadap Muhaimin. Ada pun isi JC Musa itu perihal aliran dana ke sejumlah elite PKB.
"Seputar fakta-fakta itu tentunya yang kami gali dari seluruh saksi-saksi yang kami hadirkan terkait dengan perkara tersangka Pak HA [Hong Artha] ini," ujar Ali Fikri kepada wartawan di Kantornya, Jakarta, semalam (29/1).
Ali mengatakan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi, termasuk Cak Imin, berkaitan juga dengan perbuatan tersangka Hong Artha.
"Tentunya saksi itu kan orang yang melihat dan mengetahui. Jadi, saksi itu orang yang memperkuat pembuktian dari perbuatan tersangka. Jadi, inikan sebagai salah satu alat bukti yang kemudian membuktikan dari dugaan perbuatan tersangka dalam hal ini tersangka HA," pungkas dia.
"Apakah kemudian pemberian itu terkait oleh siapa atau kepada siapa, jumlahnya berapa, tentu itu sudah masuk di dalam materi pemeriksaan yang tidak bisa kami sampaikan," sambungnya.
Dalam perkara ini, Musa telah divonis sembilan tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan. Selain itu, ia juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp7 miliar dan pencabutan hak politik selama tiga tahun setelah menjalani masa hukuman pokok.
Pelaksana Tugas Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri. (CNN Indonesia/Ryan Hadi Suhendra)
|
Ia menuturkan uang senilai Rp6 miliar diserahkan kepada Sekretaris Fraksi PKB saat itu, Jazilul Fawaid, di kompleks rumah dinas Jazilul.
Setelah menyerahkan uang, Musa mengaku langsung menelepon Ketua Fraksi PKB, Helmy Faishal Zaini. Ia meminta Helmy menyampaikan pesan ke Muhaimin bahwa uang Rp6 miliar sudah diserahkan lewat Jazilul.
Selama masa sidang, Musa mengaku menutupi peran rekan-rekannya karena menerima instruksi langsung dari dua petinggi partai. Instruksi itu menyebut bahwa Muhaimin berpesan agar kasus itu berhenti di Musa. "Saya diminta berbohong dengan tidak mengungkap peristiwa sebenarnya," ungkapnya.
Sementara itu Hong Artha John Alfred merupakan Komisaris PT Sharleen Raya. Ia ditetapkan KPK sebagai tersangka lantaran diduga memberikan suap kepada sejumlah pihak terkait proyek-proyek PUPR, seperti kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary sebesar Rp8 miliar dan Rp2,6 miliar pada pertengahan 2015.
Hong Arta juga diduga memberikan suap kepada mantan anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Damayanti Wisnu Putranti sebesar Rp1 miliar pada November 2015.
Atas perbuatannya itu, Hong Arta dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
[Gambas:Video CNN] (ryn/pmg)
from CNN Indonesia https://ift.tt/2GzZhkS
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "KPK Cecar Cak Imin soal Aliran Dana Proyek PUPR ke Elite PKB"
Post a Comment