Hal itu diungkapkan langsung oleh Yoab Orlando, salah satu penghuni Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan Surabaya. Asrama itu dikepung oleh ratusan orang dari ormas dan oknum aparat pada Agustus 2019.
"Terlalu ringan vonisnya, padahal dampak yang ditimbulkan dari ujaran kebencian dan rasis itu lebih besar dari pada vonisnya. Ini miris sekali," kata Yoab, kepada CNNIndonesia.com, Jumat (31/1).
Yoab menilai hukuman lima bulan itu terbilang singkat, apalagi Syamsul diperkirakan akan bebas karena sebagian besar hukuman dipotong masa penahanan selama proses persidangan.
Hukuman itu, kata Yoab, berbanding terbalik dengan hukuman yang mengancam sejumlah aktivis dan masyarakat Papua yang memprotes aksi rasisme tersebut.
"Kan, cuman lima bulan, paling sebentar lagi sudah bebas karena sebagian masa tahanan sudah pelaku jalani. Sementara massa protes rasisme di Papua yang ditahan lebih berat lagi dari pelaku ini," kata dia.
Ia pun mempertanyakan mengapa yang dihukum hanyalah Syamsul. Ia ingat betul ada pula oknum aparat yang terlibat melakukan ujaran rasisme ke Mahasiswa Papua. Hal itu kata dia juga terekam jelas dalam bukti video yang beredar.
Syamsul Arifin, oknum ASN yang divonis lima bulan penjara terkait ujaran rasisme di Asrama Mahasiswa Papua. (CNN Indonesia/Farid)
|
"Soal aparat yang mengucapkan kalimat rasis ini, saya melihat tidak jauh berbeda dengan kasus pelanggaran HAM di Papua yang dominannya dilakukan aparat keamanan yang prosesnya stagnan, jadi tidak jauh berbeda," katanya.
Sebelumnya, Syamsul Arifin, oknum aparatur sipil negara (ASN) terdakwa aksi rasial saat insiden Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya, dijatuhi hukuman lima bulan penjara.
Putusan Syamsul, dibacakan langsung oleh Hakim Ketua Yohanes Hehamony menjatuhkan hukuman kepada Syamsul lima bulan penjara. Sidang vonis itu digelar di Ruang Garuda 2, Pengadilan Negeri (PN) Kota Surabaya, Kamis (30/1).
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Syamsul Arifin dengan pidana penjara selama lima bulan. Menghukum terdakwa membayar denda sebesar Rp1 juta, subsider satu bulan kurungan," kata Hakim.
Aparat bersenjata dari Detasemen Gegana Satbrimob Polda Jatim mengepung Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (17/8/2019). (ANTARA FOTO/Didik Suhartono)
|
"Terdakwa Syamsul Arifin secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana, dengan sengaja menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang lain berdasarkan diskriminasi ras," ujar Hakim.
Hakim menilai ada hal yang meringankan terdakwa yakni Syamsul telah mengakui perbuatannya, ia juga belum pernah dipenjara atau tak terlibat pidana apapun sebelum kasus ini. Sementara pertimbangan memberatkan perbuatan Syamsul dinilai telah meresahkan masyarakat.
Putusan tersebut diketahui lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada sidang sebelumnya, di mana Syamsul dituntut bui selama delapan bulan penjara.
Dengan putusan ini, Syamsul juga akan segera memperoleh kebebasan, sebab jika dihitung masa tahanan yang telah dijalaninya, ia akan keluar dari Rutan Klas I Surabaya, Medaeng Sidoarjo tepat pada hari ini.
"Menyatakan pidana tersebut dikurangkan seluruhnya dari lamanya terdakwa ditahan, memerintahkan agar terdakwa dikeluarkan dari tahanan sesaat setelah putusan ini diucapkan," kata Hakim.
[Gambas:Video CNN] (frd/pmg)
from CNN Indonesia https://ift.tt/37JlCIy
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Penghuni Asrama Papua: Vonis ASN Kasus Rasisme Terlalu Ringan"
Post a Comment