Setelah menerima surat tersebut, Jokowi langsung menelepon Ghebreyesus, seperti yang dikatakan Juru Bicara Presiden Jokowi Fadjroel Rachman.
Fadjroel mengatakan bahwa pada prinsipnya surat-menyurat biasa antara lembaga-lembaga internasional dengan Presiden Joko Widodo.
"Presiden Jokowi menelepon Dirjen WHO kemaren sore Jumat 13 Maret 2020. Setelah menerima surat itu," katacJuru Bicara Presiden Jokowi Fadjroel Rachman di Jakarta, Sabtu (14/3), seperti yang dikutip dari Antara.
"Sebagian besar rekomendasi dalam surat tersebut sudah dijalankan oleh Pemerintah Indonesia selama wabah COVID-19 ini. Pemerintah sudah meningkatkan penanganan dengan menerbitkan Keppres Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 untuk menajamkan kemampuan koordinasi pemerintah."
"Di sisi lain juga sudah ada sebelumnya Surat Edaran Menkes Nomor HK.02.01/Menkes/199/2020 tentang komunikasi penanganan COVID-19 yg berisi lima protokol serta panduan koordinasi pemerintah pusat dan daerah," lanjut Fadjorel.
Sementara itu, Ghebreyesus dalam cuitan di Twitter-nya setelah melakukan pembicaraan via telepon, menyatakan terima kasih atas kepemimpinan pemerintahan Jokowi dalam menjaga dan menyiapkan sistem kesehatan dan sektor lain untuk merespon COVID-19.
"Kami setuju untuk meningkatkan kerja sama dan menjamin padanya kesiapan WHO untuk mendukung," cuit Ghebreyesus.
Sebelumnya dalam surat tertanggal 10 Maret 2020, Ghebreyesus mengatakan WHO telah bekerja semaksimal mungkin untuk meneliti dan menyebarkan informasi tentang COVID-19.
Namun untuk mengatasi virus tersebut, setiap negara juga perlu mengambil langkah-langkah tegas untuk memperlambat penularan dan mencegah penyebaran virus tersebut.
Sayangnya, WHO melihat kasus yang tidak terdeteksi pada tahap awal menyebabkan peningkatan signifikan terhadap jumlah kasus dan jumlah kematian di beberapa negara.
"WHO terus mendesak negara-negara fokus pada deteksi kasus dan kapasitas pengujian laboratorium, terutama di negara-negara berpopulasi besar dan dengan kemampuan sistem kesehatan yang berbeda-beda di wilayah negara tersebut," kata Tedros dalam suratnya.
Alasannya, konfirmasi awal terhadap kasus adalah titik kritis untuk memahami penyebaran COVID-19 dan titik untuk mencegah wabah saat masih ada sedikit kasus dan klaster.
WHO pun memberikan lima poin tindakan-tindakan yang harus segera dilakukan pemerintah Indonesia untuk mencegah virus terus menyebar; pertama, meningkatkan mekanisme tanggap darurat, termasuk menyatakan status darurat nasional
Kedua, mendidik dan berkomunikasi aktif dengan publik terkait risiko dan keterlibatan masyarakat.
Ketiga, mengintensifikasi penemuan kasus, pelacakan kontak, pemantauan, karantina dan isolasi kasus.
Keempat, meningkatkan pengawasan COVID-19 menggunakan sistem pengawasan penyakit pernapasan yang ada dan pengawasan berbasis rumah sakit.
Kelima, uji kasus yang dicurigai per definisi kasus WHO, kontak kasus yang dikonfirmasi, menguji pasien yang diidentifikasi melalui pengawasan penyakit pernapasan.
WHO juga khusus meminta pemerintah Indonesia membangun laboratorium dengan kapasitas yang cukup dan memungkinkan tim mengidentifikasi kelompok penularan sehingga bisa segera diambil spesimennya.
Termasuk menguji yang bukan hanya kasus dengan kontak langsung pasien positif, tetapi kepada seluruh pasien yang menderita flu parah hingga sesak napas.
"Saya akan sangat berterima kasih bila pemerintah Indonesia dapat menyediakan informasi detail kepada WHO mengenai pengawasan dan uji tes, identifikasi kontak dan contact tracing serta seluruh ringkasan data COVID-19. Penting bagi WHO mendapatkan data tersebut untuk dapat memberikan penilaian komprehensif secara global dan berkolaborasi serta berkoordinasi dengan kementerian kesehatan di seluruh negara yang terinfeksi," kata Tedros.
(ANTARA/ard)
from CNN Indonesia | Berita Terkini Nasional https://ift.tt/2U2W7MJ
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Ditanya WHO Soal Tanggap Darurat, Jokowi Jawab dengan Keppres"
Post a Comment