Peraturan itu ditandatangani Jokowi pada 31 Maret 2020 demi memutus rantai penyebaran virus corona hingga ke wilayah lain dari episentrum penyebarannya.
Aturan berisi tujuh pasal pokok ini digelontorkan Jokowi dalam rangka pengaturan setiap daerah yang hendak melakukan karantina wilayah hingga pembatasan pergerakan secara lebih rinci.
Setiap pasalnya memastikan tiap-tiap daerah yang ingin melakukan karantina wilayah yang kemudian disebut dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mesti meminta izin terlebih dulu ke pemerintah pusat melalui Menteri Kesehatan yang saat ini dipimpin Terawan Agus Putranto. Hal itu sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 2 PP Nomor 21 Tahun 2020 yang berbunyi, "Dengan persetujuan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, Pemerintah Daerah dapat melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau pembatasan terhadap pergerakan orang dan barang untuk satu provinsi atau kabupaten/kota tertentu."
Sementara dalam pasal 1 dijelaskan yang dimaksud dengan PSBB adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi virus corona untuk mencegah kemungkinan penyebaran virus tersebut.
Tentunya, setiap daerah yang hendak melakukan karantina harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dan digelontorkan dalam Pasal 2 ayat 2 yang menegaskan PSBB bisa dilakukan di suatu wilayah dengan pertimbangan besarnya meliputi ancaman, efektivitas, dukungan sumber daya, teknis operasional, pertimbangan politik, ekonomi, sosial budaya, hingga pertahanan dan keamanan.
Tak hanya itu, dalam pasal 3 ditegaskan suatu daerah mesti memenuhi syarat tertentu berkaitan dengan penyebaran virus ini jika ingin mengajukan pembatasan wilayah.
Ada dua syarat utama yang harus dipenuhi suatu wilayah jika ingin mengajukan PSBB sesuai dengan Pasal 3 ini. Pertama, jumlah kasus dan atau kematian akibat penyakit dalam hal ini virus corona meningkat dan menyebar secara signifikan dan cepat ke beberapa wilayah. Kedua, terdapat kaitan epidemiologis dengan kejadian serupa di wilayah lain atau negara lain.
Setelah suatu wilayah merasa daerahnya harus melakukan pembatasan, maka kepala daerah berhak mengajukan langsung kepada menteri kesehatan agar wilayahnya bisa melakukan PSBB.
Namun, mengacu pada Pasal 6 ayat 2 Menteri Kesehatan tidak bisa serta merta menyetujui permohonan yang diajukan oleh kepala daerah. Persetujuan juga harus memerhatikan mempertimbangkan dari Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Virus Corona yang saat ini dijabat Ketua BNPB, Doni Monardo.
Begitu juga sebaliknya, dalam Pasal 6 Ayat 3 dan Ayat 4 disebutkan Ketua Gugus Tugas bisa mengajukan kepada Menteri Kesehatan terkait wilayah mana saja yang seharusnya memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar.
Jadi menurut Peraturan Pemerintah ini, baik Menteri Kesehatan dan Ketua Gugus Tugas memiliki peran penting soal keputusan memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar di suatu wilayah.
Kepala BNPB Doni Monardo saat ini merupakan Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Virus Corona. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
|
Tetap Berkoordinasi dengan Pusat
Setelah permohonan Gubernur, Walikota atau Bupati di suatu wilayah soal PSBB disetujui pemerintah pusat melalui Menteri Kesehatan atas pertimbangan Ketua Gugus Tugas, maka sesuai Pasal 5 ayat 2 Pemerintah Daerah harus melakukan koordinasi dengan beberapa pihak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
"Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan secara berkoordinasi dan bekerja sama dengan berbagai pihak terkait sesuai dengan ketentuan perundang-undangan," demikian bunyi pasal 5 ayat 2 tersebut.
Sementara itu, hal-hal yang bisa dilakukan dalam PSBB di suatu wilayah mengacu pada Pasal 4 ayat 1 meliputi berbagai kegiatan. Misalnya, peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, dan pembatasan kegiatan di fasilitas atau tempat umum.
[Gambas:Video CNN]
Meski begitu, dalam Pasal 4 ayat 2 dijelaskan kembali bahwa pembatasan kegiatan-kegiatan sebagaimana di atas tetap mempertimbangkan kebutuhan pendidikan, produktivitas kerja hingga ibadah penduduk.
Tak hanya itu, dalam Pasal 4 ayat 3 ditegaskan setiap pembatasan tetap harus memperhatikan kebutuhan pokok penduduk.
"Pembatasan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar penduduk," demikian bunyi pasal 4 ayat 3 PP Nomor 21 Tahun 2020.
(tst/kid)from CNN Indonesia | Berita Terkini Nasional https://ift.tt/2wKze9s
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "PP Corona, Nasib Pembatasan di Tangan Terawan dan Doni Monardo"
Post a Comment