Hari ini dia berniat mengajak keponakannya yang baru berumur 10 tahun itu untuk mengamen ondel-ondel keliling Jakarta Utara.
"Saya bangunin keponakan tuh, ayo bangun. Ke tempat sewa dulu biar dapat ondel-ondel yang warnanya bagus sama radionya kenceng," kata Riki kala bercerita kepada CNNIndonesia.com belum lama ini.
Tak sampai 15 menit, Riki dan keponakannya itu telah tiba di tempat penyewaan ondel-ondel di kawasan Bentengan I, Jakarta Utara. Dia mendapat ondel-ondel besar berbalut kain kuning.
Bergegas, karena waktu sudah menunjukkan pukul 05.20 WIB, Riki pun langsung memasang ondel-ondel itu di tubuhnya. Sementara keponakannya mendorong gerobak kecil yang berisi ember untuk menampung uang receh serta radio kecil untuk menyalakan musik khas Betawi, pengiring ondel-ondel.
Terpaksa Demi Keluarga
Bukan keinginan Riki untuk bekerja dari pagi hingga sore berkeliling Jakarta dengan mengenakan ondel-ondel di tubuhnya yang tentu tak hanya berat tapi juga sumpek dan panas.
Lajang 28 tahun ini terkena PHK di salah satu pabrik tekstil kecil di Jakarta karena imbas wabah corona. Sudah satu bulan ini dia mengandalkan ondel-ondel untuk penuhi kebutuhan sehari-hari.
Sejak pandemi corona meluas di Indonesia, dampaknya sangat terasa bagi Riki. Apalagi kata dia, sejak pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta.
Riki dan keponakannya memilih tetap berkeliling dengan kostum ondel-ondel meski tengah ada wabah corona. (CNN Indonesia/ Tiara Sutari)
|
"Tapi uang segitu juga dibagi-bagi lagi. Selain itu buat bayar sewa ondel-ondelnya," kata Riki.
Riki juga tinggal di sebuah rumah kontrakan tiga petak di daerah Bentengan I Jakarta Utara. Ia harus merogoh kocek Rp1,3 Juta untuk biaya sewa kontrakan kecil yang ditempati bersama sembilan orang keluarganya.
"Wah enggak adalah itu namanya social distancing bagi saya. Duduk dan tidur saja umpel-umpelan kita," kata Riki.
Mengamen ondel-ondel seakan menjadi jalan terakhir bagi Riki untuk mendapat cuan setelah tak lagi bekerja. Sebelumnya, dia juga pernah melakukan beberapa pekerjaan kasar lainnya.
"Pernah jadi kuli angkut juga di pasar. Tapi PSBB gini enggak ada yang ke pasar juga. Pada lewat online semua, ya sudahlah. Ondel-ondel saja," kata Riki.
Mengamen dengan bermodalkan ondel-ondel saat wabah tentu membuat Riki hanya bisa berkeliling ke beberapa wilayah saja, tak semua tempat bisa dia jelajahi. Sejak penerapan PSBB beberapa wilayah elite di kawasan Sunter menutup rapat pintu masuk perumahan untuk non-penghuni.
Setiap hari, Riki berharap bisa bertemu orang di pinggir jalan untuk meminta belas kasih.
Ondel-ondel sebenarnya cagar budaya Betawi yang sering dimanfaatkan untuk mengamen.
|
Sambil menyusut peluh dari keningnya, Riki sadar menggantungkan di jalanan memang cukup mengkhawatirkan. Apalagi di masa krisis virus corona yang penularannya bisa terjadi lewat sentuhan atau bertemu orang banyak. Sebagai pengamen ondel-ondel, Riki mafhum risiko yang dihadapi amat besar.
Dia juga tak bisa mengisolasi diri di rumah karena tempat tinggalnya itu tak memiliki kamar pribadi.
"Ya sudahlah, campur-campur saja. Saya pasrah sama corona, saya lebih takut keluarga dan saya mati kelaparan daripada mati kena corona," katanya.
Riki sendiri meminta pemerintah lebih memikirkan dampak kehidupan bagi warga miskin ibu kota, termasuk dia, yang kehilangan mata pencaharian karena corona. Sebab tak semua warga miskin ibu kota mendapat bantuan sembako dari pemerintah."Jujur saja, saya tidak dapat. Di RT sudah ditanya, saya enggak ada masuk list. Mau nangis saya, kasihan lihat keluarga. Pemerintah kalau mendata harus lebih benar. Banyak warga miskin yang justru tak dapat bantuan," kata dia. (tst/jun)
from CNN Indonesia | Berita Terkini Nasional https://ift.tt/3aPGWx1
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Pengamen Ondel-ondel yang Lebih Takut Lapar Ketimbang Corona"
Post a Comment