
Meski belum mengumumkan aturan terperinci soal larangan mudik ini, pemerintah tengah menyiapkan sejumlah aturan teknis dan sanksi yang akan mulai efektif pada 7 Mei mendatang.
Peneliti Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Rusli Cahyadi menilai pelarangan mudik ini tak akan berjalan efektif jika tak dibarengi dengan aturan yang diterapkan di lapangan. Salah satunya, pembatasan akses transportasi umum warga yang akan mudik ke kampung halaman.
Dari hasil riset LIPI, arus mudik bisanya terjadi mulai H-2 minggu lebaran. Sedangkan arus balik umumnya H+1 minggu. Jika dalam rentang waktu tersebut pemerintah mampu menutup akses transportasi, Rusli yakin jumlah warga yang akan mudik bisa ditekan.
"Bisa dengan menutup semua terminal-terminal, penerbangan untuk ke daerah yang berkaitan dengan larangan mudik. Dari penelitian kami, yang paling besar warga mudik itu menggunakan penerbangan dan mobil pribadi, jadi cukup efektif jika akses itu ditutup," ujar Rusli saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (21/4).
Selain membatasi akses transportasi umum, pemerintah juga harus menyiapkan sanksi bagi warga yang ngotot mudik ke kampung halaman. Namun Rusli menekankan bahwa sanksi tersebut harus realistis dan masuk akal. Jika tidak, warga tak akan mengindahkan dan nekat mudik lebaran.
Ia mencontohkan sanksi untuk pelanggar PSBB yang dinilai tak masuk akal. Sanksinya berupa denda hingga Rp100 juta dan pidana penjara satu tahun. Jumlah denda yang terlalu besar dianggap Rusli akan sulit diterapkan dan akan menjadi ancaman semata bagi pelanggar PSBB.
"Jumlah denda itu enggak realistis, orang menganggap itu tidak serius. Akhirnya enggak berjalan juga kan di lapangan, toh masih banyak yang beraktivitas di luar meski sudah ada PSBB," katanya.
Rusli menuturkan, pelarangan mudik itu juga bisa didukung kebijakan dari daerah yang telah mulai menerapkan pembatasan dan larangan orang yang bukan warga untuk masuk.
"Harus diimbangi dengan peraturan lain, misal aturan lokal dari masyarakat. Itu komplemen untuk kebijakan yang diambil pemerintah pusat," katanya.
Meski demikian, Rusli tak menampik bahwa pelarangan mudik ini belum tentu efektif 100 persen dipatuhi warga. Dari berbagai kebijakan yang selama ini diterapkan di Indonesia, Rusli menilai, tak ada yang benar-benar berjalan secara efektif. Termasuk bantuan sosial dari pemerintah agar warga tak mudik.
Pemerintah diketahui menjanjikan bantuan sosial berupa sembako dan uang tunai pada warga yang tidak mudik ke kampung halaman.
"Penerapan policy di Indonesia itu enggak pernah benar-benar efektif, ada hambatan, karena jumlah penduduk besar dan sistem desentralisasi di daerah. Maka perlu koordinasi dengan daerah dan partisipasi masyarakat dalam kondisi saat ini," ujar Rusli.
Sedikit terlambat
Sementara itu, ahli kebijakan publik Universitas Padjajaran, Yogi Suprayogi Sugandi mengatakan larangan mudik itu semestinya diterbitkan bersamaan sejak awal penerapan PSBB di sejumlah wilayah. Dengan demikian, kondisi lapangan saat PSBB akan lebih memudahkan pemerintah untuk menerapkan larangan mudik tersebut.
Menurut Yogi, aturan PSBB seharusnya tak hanya menjelaskan kewenangan teknis Kementerian Kesehatan yang diatur melalui Permenkes, namun juga ketentuan transportasi yang diatur oleh Kementerian perhubungan.
"Harus diiringi proses pelaksanaan kebijakan, misal dengan pengerahan aparat seperti apa, teknis seperti apa. Dari (aturan) PSBB itu hanya dilengkapi Permenkes, harusnya ada juga Permenhub tentang tata kelola mudiknya, mau dilarang semua atau dibatasi atau bagaimana," jelasnya.
Di sisi lain, Yogi tak sepakat jika akses transportasi umum ditutup total. Menurutnya, akses transportasi dapat diterapkan dengan membatasi penumpang. Sementara di jalan tol dapat digunakan untuk kepentingan logistik saja.
"Kalau perlu jalan tol hanya untuk logistik, sementara mobil pribadi gunakan jalan biasa. Tapi harus dipikirkan lagi kalau lewat jalan biasa karena akan banyak interaksi masyarakat. Sistem logistik juga harus dipikirkan daerah mana saja yang boleh dilintasi," tuturnya.
Sementara terkait bantuan sosial bagi warga, Yogi meyakini, pemberian bantuan itu tak akan mampu menekan laju warga yang mudik ke kampung halaman. Menurutnya persoalan yang terjadi saat ini adalah bantuan itu sendiri belum dapat terdistribusi dengan baik pada warga.
Yogi mencontohkan yang terjadi di Kota Bandung. Dari data warga yang terdampak berkisar 156 ribu sampai 159 ribu keluarga. Namun warga yang benar-benar menerima bantuan ternyata hanya sekitar 4.300 keluarga.
"Artinya ini ada gap, ada persoalan antara data dengan budget yang disediakan. Maka pemerintah pusat harus mengatur lagi proses pencairan keuangannya. Itu pun tak menjamin warga tidak mudik," katanya. (psp/ain)
from CNN Indonesia | Berita Terkini Nasional https://ift.tt/3cH33XL
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Sanksi Tegas dan Bansos, Kunci Efektif Larangan Mudik Jokowi"
Post a Comment