Apalagi keesokan harinya, 17 Agustus, polisi mulai memaksa masuk ke asrama sembari membawa senjata pelontar gas air mata. Lalu, sebanyak 43 mahasiswa di dalamnya pun sempat ditangkap meski saat ini telah dilepaskan oleh kepolisian.
"Kami mendesak Komnas HAM menginvestigasi kasus dugaan pelanggaran HAM karena telah terjadi pembiaran dari tindakan diskriminasi rasial yang dilakukan oknum TNI, Polri, Pol PP, dan ormas di Jatim terhadap mahasiswa Papua," ujar Gobay melalui keterangan tertulis, Minggu (18/8).
Insiden itu bermula dari beredarnya foto yang menunjukkan kerusakan tiang bendera merah putih di depan asrama. Sekelompok massa dari ormas yang merasa tak terima pun langsung mendatangi asrama tersebut.
"Sedangkan mereka tidak memastikan siapa pelakunya (perusakan) tapi langsung mendatangi asrama mahasiswa dan melakukan tindakan main hakim sendiri," katanya.
Oleh karena itu, Gobay mendesak pemerintah provinsi Jawa Timur menerbitkan peraturan gubernur tentang jaminan perlindungan Orang Asli Papua (OAP) dari ancaman tindakan rasisme dan kekerasan. Tindakan para aparat dan ormas itu dinilai telah berlebihan.
"Prinsipnya, usulan ini bersifat desakan secara konstitusional sebab perlindungan, penghargaan, penghormatan, dan penegakan HAM merupakan tanggung jawab negara, terutama pemerintah," ucap Gobay.
Ia juga meminta meminta agar pelaku pengepungan dan penyerangan asrama mahasiswa diproses hukum karena telah melakukan perusakan. Menurutnya, aparat kepolisian maupun TNI dapat langsung memecat anggotanya yang terbukti ikut terlibat dalam perusakan di asrama tersebut.
Sementara anggota ormas dan Satpol PP yang ikut melakukan perusakan, kata Gobay, menjadi tanggung jawab pemerintah kota Surabaya.
"Kami harap oknum anggota TNI dan polisi yang melakukan perusakan dapat diberi sanksi pemecatan tak hormat karena telah melanggar hukum," tuturnya.
Sementara itu, lewat rilis yang disebarkan pada Minggu (18/8) petang, Gubernur Papua Lukas Enembe meminta seluruh warga asal provinsi itu di manapun berada tak ikut panas menyikapi peristiwa yang terjadi di Surabaya.
Pemprov Papua menyatakan empati dan prihatin atas insiden terjadi di Kota Surabaya, Kota Semarang, dan Kota Malang yang berakibat adanya penangkapan dan atau pengosongan Asrama Mahasiswa Papua di Kota Surabaya oleh aparat keamanan," ujar Lukas.
Lukas berharap aparat keamanan bekerja secara proporsional, profesional, dan berkeadilan. Mereka diharapkan pula tidak melakukan pembiaran atas tindakan persekusi atau main hakim sendiri oleh kelompok yang dapat melukai hati masyarakat Papua.
"Hindari adanya tindakan-tindakan yang mengganggu represif, yang dapat menimbulkan korban jiwa, kegaduhan politik, dan rasa nasionalisme sesama anak bangsa," kata Lukas.
Lihat juga:Massa Bakar Sejumlah Kendaraan, Lalu Lintas Manokwari LumpuhLukas pun mengimbau kepada masyarakat Papua untuk tidak bertindak melawan perundang-undangan hukum dan norma-norma adat budaya. Lukas pun berharap masyarakat non-Papua mau pula memperlakukan dan menerima baik putra-putra daerah provinsi paling timur di Indonesia tersebut. |
"Masyarakat asli Papua menyambut baik dan memperlakukan masyarakat non-Papua secara terhormat dan sejajar [di wilayah provinsi itu]. Oleh karenanya kami berharap kehadiran masyarakat Papua di berbagai Wilayah Provinsi di Indonesia harus juga diperlakukan sama," kata dia.
Lukas menegaskan di wilayah Indonesia ini harus dihentikan cara-cara inkonstitusional seperti persekusi, main hakim sendiri, memaksakan kehendak, bertindak rasis, diskriminatif, dan intoleran.
Itu, sambungnya, akan melukai hati masyarakat Papua serta mengganggu harmoni kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Kita sudah 74 tahun merdeka, seharusnya tindakan-tindakan: intoleran, rasis dan diskriminatif tidak boleh terjadi di negara Pancasila yang kita junjung bersama," tulis Lukas.
[Gambas:Video CNN] (psp/kid)
from CNN Indonesia https://ift.tt/2Ne323X
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Penyerangan Asrama Papua di Surabaya Dinilai Langgar HAM"
Post a Comment