Bangunan kelas mereka tak berjendela kaca. Penggantinya adalah anyaman kawat. Debu dari atap kayu jatuh dari eternit di langit-langit yang menganga. Cat tembok warna-warni mulai mengelupas di mana-mana. Suasana itu menemani belajar anak-anak RW 17, yang dalam catatan BPS, sebagai daerah dalam kategori kumuh berat DKI Jakarta.
Tak ada poster tokoh kartun atau gambar hewan lucu layaknya taman kanak-kanak. Ria, Echa, dan kawanan murid lain tak pernah tahu sensasi ayunan, atau mengantre bareng di ujung tangga perosotan.
Di ruang belajar KBA ini justru dipajang gambar penyair Widji Thukul lengkap dengan bait terakhir puisinya yang berjudul 'Peringatan'.
Apabila usul ditolak tanpa ditimbang
Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
Dituduh subversif dan mengganggu keamanan
Maka hanya ada satu kata: lawan!.
Gambar penyair WS Rendra dan penggalan puisinya juga dipajang di dinding.
Sementara gambar sastrawan Pramodeya Ananta Toer disertai kutipan "Dalam hidup kita, cuma satu yg kita punya yaitu keberanian. Kalau tidak punya itu, lantas apa harga hidup kita ini?"
Kelompok Belajar Anak (KBA) Bersama di Muara Baru Penjaringan, Jakarta Utara. (CNN Indonesia/Tri Wahyuni)
|
Sekitar pukul 08.45 WIB, Rini Rahmawati (44) datang dengan sepeda motornya. Dikekapnya bahan pelajaran anak-anak di antara ketiak. Rumah Rini berada di Rusun Waduk Pluit. Rini masih mengajar anak-anak meski rumahnya aslinya, tak jauh dari KBA, digusur dua tahun lalu.
"Bu Guru! Bu Guru!" teriak anak-anak sambil berebut cium tangan. Usai meladeni sekitar lima puluh anak muridnya, Rini masuk ke ruang kelas untuk bersiap mengajar. Rini adalah pengajar, ibu ilmu bagi anak-anak usia dini kampung kumuh Muara Baru.
Setelah pemanasan, Rini dan Amini pun mulai memberi asupan pelajaran. Hari itu, para anak diajari mengenal angka satu sampai sembilan. Mereka diminta menyebut nama-nama angka, lalu menulis ulang di buku masing-masing. Proses belajar di KBA Bersama serupa pola pendidikan anak usia dini (PAUD). Anak-anak diajarkan membaca, menulis, berhitung, dan menggambar. Perbedaannya, biaya sekolah di sini sangat murah.
KBA Bersama memungut iuran Rp2.000 per hari. Sejak didirikan pada 2007, sekolah ini ditujukan untuk anak-anak dari keluarga tak mampu di RW 17. "Jadi kalau murid tidak masuk ya tidak bayar," kata Rini saat ditemui CNNIndonesia.com di sela-sela kesibukannya.
Suasana belajar di KBA Bersama. (CNN Indonesia/Dhio Faiz)
|
Rini dan Amini mencatat iuran tersebut di buku tabungan setiap anak. Jika ada murid yang memberi lebih dari Rp2.000, maka akan dicatat sebagai tabungan yang bisa diambil di akhir tahun ajaran. Dana terhimpun digunakan bayar tagihan air, listrik, dan biaya yang kerap tak terduga.
Fasilitas yang ada di KBA Bersama dikelola para ibu aktivis yang tergabung di Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK). Keberadaan KBA membuktikan kampung ini berdiri bukan tanpa harapan. Anak-anak kampung kumuh RW 17 Muara Baru belajar layaknya anak-anak lainnya di perkotaan Jakarta.
Rini mengakui memang upah dari mengajar di KBA tak seberapa. Namun ia tetap mengajar di KBA untuk memberi kesempatan bagi anak-anak di kampung kumuh mengenyam pendidikan yang layak.
"Banyak yang enggak sekolah, kasihan. Soalnya dia ke TK atau PAUD lain bayarnya ada yang mahal, sekali masuk Rp1 juta, kalau enggak punya duit bagaimana," tutur dia.
Salah satu orang tua murid, Nurti mengaku sengaja menyekolahkan anaknya yang bernama Nur Aini dan cucunya, Jaelani di KBA Bersama. Nurti istri seorang buruh pelabuhan. Dia merasa KBA Bersama jadi harapan.
"Anak-anak di sini menerima diajari oleh gurunya. Sudah begitu bayarnya murah, kalau TK lain kan banyak bayar ini bayar itu, duit dari mana," ucap Nurti sembari tertawa.
Seperti disinggung sebelumnya, RW 17, Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara tercatat sebagai permukiman kumuh kategori berat oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Lokasinya sangat dekat dengan apartemen elite Pluit Sea View. Pemisahnya hanya waduk. RW 17 dihuni 7.228 jiwa, dengan jumlah tempat tinggal hanya 1.816 rumah. Bukan rumah mewah, hanya tempat tinggal petak berukuran 4x4 meter.
Artinya, rumah itu jadi berteduh enam hingga tujuh kepala. Saking padatnya, RW 17 membawahi 34 RT resmi dan sekitar 20 RT tak resmi alias perwakilan. RW 17 dihuni beragam latar belakang. Ada warga asli hingga pendatang dari Sumatra, Bugis sampai Ambon.
[Gambas:Video CNN] (dhf/ain)
from CNN Indonesia https://ift.tt/2HjLHml
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Berteman Widji Thukul dan Pramoedya di Sekolah Kampung Kumuh"
Post a Comment