Search

Gejolak Papua dan Dongeng Bintang Kejora dari Kebun Karet

Jakarta, CNN Indonesia -- Filep Jacob Samuel Karma masih bocah kelas 4 SD sekitar 1970. Dia masih asing dengan bentuk dan warna bendera Bintang Fajar--kemudian disebut Bintang Kejora. Rasa heran itu sedikit terbayar ketika ada gambar Bintang Kejora yang ia lihat di kebun karet di Papua (dulu Irian Jaya). Waktu itu Filep ikut studi lapangan, diajak guru mata pelajaran kelas Ilmu Hayati. Filep melihat gambar bintang fajar itu digurat di salah satu kulit pohon karet. Tak ada warna. Tapi dia masih hafal bentuknya. Ada corak bintang dengan garis melintang di sisi kanan. Filep kecil cuma bisa heran.

"Saat kecil itu kita cuma tahu bendera Merah Putih. Nyanyian anak-anak Papua yang populer cuma Berkibarlah Benderaku," kata Filep mengenang, kepada CNNIndonesia.com, akhir pekan lalu.

"Itu pun awalnya saya tidak tahu, tapi teman saya yang tahu, dan bisik-bisik," lanjut dia.

Filep Karma. (CNN Indonesia/Mundri Winanto)
Ketika itu era Soeharto. Filep Karma menyebut, jangankan kata merdeka, kedapatan menyebut Papua saja bisa berakibat fatal. Padahal, kata Filep, makna Papua punya arti dalam mengenai jati diri masyarakat sana.

"Ngomong kata Papua saja bisa dituduh separatis, dituduh OPM (Organisasi Papua Merdeka). Jadi meskipun kami anak-anak SD, itu kami ketakutan karena melihat orang-orang tua ditangkap," ujarnya.

Filep remaja kemudian tahu lebih banyak. Ia mulai mengerti warna bendera Papua lewat negatif film milik seorang kawan. Ketika itu masih dilakukan diam-diam. Hingga setelah Soeharto tumbang, Filep Karma mengibarkan bendera Bintang Fajar untuk pertama kalinya di Biak.

"Waktu resmi kami kibarkan itu, di Kota Jayapura rakyat nangis, yang pengerek bendera pun menangis. Terharu kami, sekian lama kami tidak boleh mengibarkan bendera itu dengan ancaman ditembak, yang tua dan muda nangis. Saya pun menangis terharu, sambil mengenang sekian banyak orang yang sudah dibunuh dan ditembak cuma gara-gara mengibarkan bendera," ungkap dia.

Aksi pengibaran bendera itu membuat Filep mendapat kekerasan dari aparat hingga diganjar penjara karena dianggap makar. Hingga saat ini, Filep masih menyuarakan suara Papua yang ia anggap wakili, demi kemerdekaan Papua.

Namun demikian, Filep Kendati mengakui hingga saat ini muasal corak pada bendera itu memang tak tercatat dengan baik. Filep Karma mengungkapkan masih mencari dan mengumpulkan berkas sejarah tersebut. Sebab yang tersisa hanya berupa penuturan yang didengar dari para pendahulu.
Gejolak Papua dan Dongeng Bintang Kejora dari Kebun KaretRatusan mahasiswa Papua yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) berunjuk rasa di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Senin, 1 Desember 2014 (CNN Indonesia/ Safir Makki)

Makna Bintang Fajar

Markus Haluk, tokoh Papua yang juga Direktur Eksekutif United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), menyebut gambar dalam bendera bintang kejora punya makna dalam. Gurat bentuk dan warna di kain itu disahkan pada sidang New Guinea Raad pada 19 Oktober 1961. Haluk menyebut, saat itu Nicolas Youwe yang membawa konsep tersebut ke tengah kongres dan, disetujui peserta sidang Parlemen Bangsa Papua.

"Kongres mengesahkan beberapa atribut dan dasar negara di antaranya memutuskan bendera nasional itu bendera Bintang Fajar ini akan berkibar di samping bendera Belanda," kata aktivis gerakan pembebasan Papua Barat itu kepada CNNIndonesia.com.

Sedianya bendera dikibarkan pada 1 November 1961, namun pihak Belanda telat merespons permintaan tersebut. Alhasil pengibaran secara resmi digelar pada 1 Desember 1961-yang kemudian diperingati sebagai hari kemerdekaan Papua Barat dari Belanda.

Menurut Markus Haluk, dalam kongres itu juga dijelaskan makna masing-masing simbol dalam bendera. "Bintang itu lambang ketuhanan. Artinya negara berdasarkan iman akan Tuhan Yang Maha Esa. Kemudian warna merah itu simbol darah, artinya keberanian untuk merebut dan membentuk negara," tutur Markus.

Kemudian enam baris putih melambangkan 6 disrtrik atau afdeling (wilayah administratif) Papua ketika itu. Sementara tujuh baris biru melambangkan tujuh wilayah suku bangsa Papua antara lain Tabi, Saireri, Doberai, Bomberai, Anim, Ha Anim, La Pago dan Me Pago. Sejak itu kata dia, bangsa Papua Barat menjadikan Bintang Fajar sebagai simbol identitas nasional.

Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cahyo Pamungkas menuturkan bahwa pemaknaan bendera Bintang Fajar setidaknya bisa dibagi menjadi tiga. Pertama, dari segi kultural, religius dan politik. Dari segi kultural, Cahyo menilai bendera tersebut berakar dari gerakan Koreri-sebuah gerakan adat dan kultural dari sebuah suku-saat melawan penjajahan Jepang.

"Bintang Fajar adalah simbol pengharapan orang Papua. Pengharapan untuk merdeka dan sejahtera. Juga garis 7 warna biru melambangkan 7 wilayah adat," jelas Cahyo kepada CNNIndonesia.com, Jumat (23/8).

Gejolak Papua dan Dongeng Bintang Kejora dari Kebun KaretSeorang perempuan Papua mengenakan noken (tas rajut adat) dengan motif bendera Bintang Kejora. (CNN Indonesia/Giras Pasopati)

Menurut Cahyo, pengibaran Bintang Fajar dilakukan saat upacara khusus dan penghormatan. Setelah penghormatan dan sikap tegak, biasanya diikuti dengan tarian mengelilingi bendera. Kata dia, hal ini merupakan pengaruh dari kultur Koreri.

Sementara dari sisi religiusitas, Cahyo melanjutkan, Bintang Fajar menandakan bahwa negara yang akan dibentuk itu didasarkan pada berkat Tuhan Yang Maha Kuasa. Sedangkan dari segi politik, bendera itu mempersatukan seluruh suku dan agama di Papua menjadi satu entitas baru bangsa Papua.

Akan tetapi, kata dia, semenjak Papua menjadi bagian Indonesia, menurutnya terdapat perubahan makna simbol dari setiap era. Bendera Bintang Fajar tak lagi menjadi simbol kultural. Sejak 1971 hingga sekarang, bendera tersebut menjadi simbol politik Papua merdeka--apapun organisasinya

"Namun maknanya berbeda dari rejim ke rezim. Waktu orde baru: bendera itu simbol perlawanan terhadap politik represi dan marjinalisasi ekonomi serta kebudayaan papua. Setelah orde baru, bendera itu ekspresi kekecewaan terhadap neo kolonialisme Indonesia. Sementara sekarang, menjadi alternatif dari simbol Indonesia, ada spirit ras Melanesia Pasifik yang besar di bintang itu," jelas Cahyo.

Ia menyinggung ada yang berbeda saat masa kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Pada masa itu Gus Dur menganggap Bendera Bintang Kejora sebagai simbol kultural. Sehingga saat itu, pengibarannya pun diperbolehkan asalkan Merah-Putih dikibarkan lebih tinggi. Aturan ini disebutkan dalam Undang-Undang Otonomi Khusus Papua pada 2002.

"Ini masa rekognisi Indonesia terhadap Papua. Orang Papua ingin kebudayaan termasuk benderanya diakui, presiden paling dekat hatinya dengan Papua ya Gus Dur," tutur Cahyo.

"Ketika Gus Dur mengizinkan bendera itu berkibar, makna politiknya hilang, tinggal kultural saja. Ketika negara melarang bendera itu berkibar, ketika dikibarkan di tempat OPM, ia berfungsi seperti semula politik, kultural, sumber energi perlawanan," jelas Cahyo lagi.

[Gambas:Video CNN] (rik/ain)

Let's block ads! (Why?)



from CNN Indonesia https://ift.tt/2Ph7EsH
via IFTTT

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Gejolak Papua dan Dongeng Bintang Kejora dari Kebun Karet"

Post a Comment

Powered by Blogger.