Search

Empat Hari Mencekam Jelang Proklamasi Kemerdekaan 1945

HUT Kemerdekaan RI ke-74

CNN Indonesia | Sabtu, 17/08/2019 09:20 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Tanggal 14 Agustus 1945, M Jusuf Ronodipuro mendapat kabar dari Mochtar Lubis sesama rekannya yang bekerja di Radio Hose soal kekalahan Jepang dalam Perang Pasifik. Mochtar bekerja di bagian monitoring. Itu artinya Mochtar adalah satu-satunya orang Indonesia yang diizinkan mendengarkan siaran radio asing di tempatnya bekerja. Sementara Jusuf adalah seorang reporter.

Jusuf kemudian diperintahkan atasannya meliput kedatangan Sukarno dan Mohammad Hatta di Bandara Kemayoran, Jakarta. Sukarno dan Mohammad Hatta saat itu datang dari Saigon, Vietnam usai bertemu Jenderal Jepang Hisaichi Terauchi di Dalat.

Namun, sebelum ke Kemayoran, Jusuf mendatangi kelompok pemuda yang berkumpul di Menteng Raya 31 (saat ini dikenal sebagai Gedung Joang 45), Jakarta. Kepada para pemuda tersebut, Jusuf mengabarkan kekalahan Jepang di Perang Pasifik. Ternyata para pemuda pun sudah mendapatkan informasi tersebut dari Adam Malik yang kala itu bekerja di Kantor Berita DOME.


Sejarawan Rushdy Hoesein menerangkan dalam pertemuan dengan Terauchi di Dalat itu, Sukarno, Hatta, dan Radjiman Wediodiningrat dipersilakan Jepang untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

"Bung Karno bilang, 'Kapan boleh kami resmi menyelenggarakan proklamasi?' Lalu Jenderal Terauchi bilang, 'itu tergantung tuan-tuan sebagai ketua dan wakil ketua panitia persiapan, kami dengan senang hati.' Jadi tidak banyak yang dibicarakan," tutur Rushdy menirukan gaya bicara keduanya saat disambangi CNNIndonesia.com, Selasa (13/8) malam.

Sementara itu saat Sukarno-Hatta mendarat di Kemayoran, Chairul Saleh dkk menunggu di sebuah kebun pisang tak jauh dari landasan. Mereka mendengarkan Bung Karno menyampaikan pidato singkat sesaat setelah mendarat di hadapan anak-anak sekolah dan orang-orang yang datang yang dikerahkan Hookookai dan Gunseikanbu.

'Apabila dulu aku katakan bahwa Indonesia akan merdeka sesudah jagung berbuah, sekarang dapat dikatakan Indonesia akan merdeka sebelum jagung berbunga,' demikian sepatah kata Sukarno di hadapan mereka yang menyambut yang diceritakan lagi oleh Mohammad Hatta dalam autobiografinya, Untuk Negeriku, Menuju Gerbang Kemerdekaan.

Rushdy mengatakan kalimat yang diutarakan Sukarno sebelumnya soal Jepang hanya berkuasa seumur jagung itu sangat strategis membangkitkan semangat orang Indonesia kala itu.

'Itu banyak orang menanam jagung, sebab katanya Jepang itu akan seumur jagung jadi alhasil informasi mengenai riwayat jagung ini jadi bagian dari revolusi. Sukarno berpidato [di Kemayoran] itu ditulis oleh Pak Jusuf [Ronodipuro] wartawan RRI," kata Rushdy.

Tulisan 17: Dialektika Pemimpin Bangsa M. Jusuf Ronodipuro (paling kiri kedua dari bawah berdasi kupu-kupu) saat berfoto bersama Presiden Sukarno. (Dok. Istimewa)
Chairul Saleh dkk kemudian menghampiri Sukarno-Hatta yang hendak memasuki mobil setelah mendarat di Kemayoran.

'Selamat datang kembali Bung Karno, Bung Hatta. Kami semua menunggu oleh-oleh yang Bung bawa dari Saigon,' ujar Chairul seperti diriwayatkan AM Hanafi dalam Menteng 31: Markas Pemuda Revolusioner Angkatan 45 : Membangun Jembatan Dua Angkatan (1996).

Dalam kesempatan itu Chairul menegaskan kepada Sukarno agar segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanpa menunggu lama lagi karena Jepang sudah kalah dalam Perang Pasifik. Namun, Bung Karno hanya menjawab sepintas tak ingin membicarakan hal tersebut di kawasan lapangan terbang tersebut. Ia dan Bung Hatta lalu pergi begitu saja.

AM Hanafi dan Chairul adalah satu dari sejumlah pemuda yang menunggu Sukarno-Hatta mendarat di bandara Kemayoran kala itu. Selain mereka, ada pula Asmara Hadi, Sudiro, SK Trimurti, dan Sayuti Melik.

Hatta meriwayatkan setelah dari Kemayoran, ia bersama Sukarno dan Radjiman dibawa ke Istana Gunseireikan dan dijamu di sana. Barulah sekitar pukul 13.30, Hatta pulang ke rumah. Setiba di rumah dia mendapati telah menunggu Sutan Sjahrir. Mereka berdua pun terlibat dalam perbincangan soal proklamasi kemerdekaan, di mana Sjahrir mendesak agar tak diserahkan ke Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

'Sebab Indonesia yang lahir semacam itu akan dicap Sekutu sebagai Indonesia buatan Jepang. Sebaik-baiknya Bung Karno sendiri saja menyatakannya sebagai pemimpin rakyat atas nama rakyat dengan perantaraan corong radio,' tulis Hatta soal pandangan Sjahrir yang dikemukakan padanya dalam autobiografinya.

Sjahrir pun mengabarkan soal Jepang yang sudah menyatakan kalah terhadap sekutu. Akhirnya, Hatta mengajak Sjahrir ke rumah Sukarno yang berada di Pegangsaan Timur 56, Jakarta. Sukarno menyatakan tak bisa setuju dengan usul Sjahrir.

'Aku tidak berhak bertindak sendiri, hak itu adalah tugas Panitia Persiapan Kemerdekaan yang aku menjadi ketuanya. Alangkah janggalnya di mata orang setelah kesempatan terbuka untuk mengucapkan kemerdekaan Indonesia, aku bertindak sendiri melewati Panitia Persiapan Kemerdekaan yang kuketuai,' ungkap Sukarno kepada Sjahrir seperti dituliskan Hatta.

Rushdy mengatakan setelah kedatangan Sjahrir itu sebetulnya Sukarno dan Hatta pun memikirkan untuk melekaskan proklamasi sehingga mereka mencari informasi sendiri mengenai kekuatan Jepang, termasuk pula kepada Laksamana Maeda pada 15 Agustus 1945. Laksamana Maeda adalah perwira tinggi Angkatan Laut Jepang (Kaigun) yang bersimpati pada kemerdekaan Indonesia.

Akhirnya Sukarno dan Hatta pun memutuskan untuk menyegerakan rapat PPKI di hotel Des Indes, Jakarta, pada 16 Agustus 1945 pagi. Hatta pun meminta Ahmad Subardjo meminta semua anggota PPKI hadir tepat pukul 10.00 di Kantor Dewan Sanyo Kaigi di Pejambon (kini Gedung Pancasila).

Sementara itu, sekitar pukul 20.00, 15 Agustus 1945, berkumpullah sejumlah pemuda dari berbagai kelompok di belakang Laboratorium Bakteriologi Eijkmann Institute, Pegangsaan 17. Adam Malik menulis yang hadir kala itu antara lain Darwis, Djohar Nur, Kusnandar, Subadio, Subianto, Margono, Aidit Sunjoto, Abubakar E Sudewo, Wikana, dan Armansjah. Pertemuan itu dipimpin Chairul Saleh.

'Pembicaraan-pembicaraan yang dirundingkan ialah: bagaimana sikap yang akan diambil menghadapi situasi ketika itu dan bagaimana caranya supaya rakyat Indonesia menyatakan kemerdekaannya di luar segala bentuk dan semangat Kemerdekaan Hadiah dan bagaimana sikap terhadap Sukarno-Hatta. Pertemuan itu memutuskan: bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hak dan soal rakyat Indonesia sendiri, tak dapat digantung-gantungkan pada orang atau kerajaan lain,' tulis Adam Malik dalam Riwayat Proklamasi 17 Agustus.

Akhirnya diputuskan mengutus Wikana untuk kembali menemui Sukarno, sementara itu Djohar Nur diperintahkan menyusun persiapan-persiapan pelajar yang ada di asramanya, Asrama Badan Permusyawaratan Pelajar-Pelajar Indonesia (Baperpi) yang berada di Cikini 71.


(bersambung ke halaman berikutnya: Kesaksian Fatmawati saat Sukarno marah terhadap kelompok pemuda yang memintanya menyegerakan proklamasi...)

[Gambas:Video CNN]

(gst)

1 dari 2

Let's block ads! (Why?)



from CNN Indonesia https://ift.tt/33DwciO
via IFTTT

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Empat Hari Mencekam Jelang Proklamasi Kemerdekaan 1945"

Post a Comment

Powered by Blogger.