Pasalnya, Arief tidak mengeluarkan izin mendirikan bangunan (IMB) terhadap salah satu politeknik Kemenkumham yang baru saja dibangun.
Arief juga mengatakan 40 persen tanah milik Kemenkumham seharusnya dibangun untuk fasilitas publik. Sedangkan sisa lahan yang belum dibangun yakni seluas 23,92 hektar itu rencananya juga akan didirikan sejumlah bangunan perkantoran.Polemik juga terjadi karena dipicu perkataan Yasonna yang menyebut Arief mencari gara-gara dan mewacanakan membangun lahan pertanian di tanah tersebut.
Polemik itu kini sudah menemui kata damai setelah kedua pihak dipertemukan oleh Kementerian Dalam Negeri, Kamis (18/7). Kedua pihak disebut sepakat soal penyerahan lahan dan pencabutan laporan. Pembicaraan yang lebih teknis akan diserahkan kepada proses selanjutnya dengan dimediasi oleh Gubernur Banten Wahidin Halim.
Buntut perseteruan, Pemkot Tangerang mencabut layanan publik di kompleks Kemenkumham, seperti layanan sampah, perbaikan drainase dan penerangan jalan. (CNN Indonesia/Aini Putri Wulandari)
|
Peneliti atau Budayawan Bantenologi Universitas Maulana Hasanuddin Yadi Ahyadi menerangkan pada sekitar tahun 1816 pemerintah kolonial Belanda mengambil alih lahan milik kesultanan Banten dan mengadakan pembangunan hingga 1839. Sebagian tanah pun dijual ke pihak swasta oleh Belanda.
Alasan pemerintah kolonial menjadikan banyaknya rumah tahanan atau lapas di wilayah Tangerang adalah karena kerawanan wilayah itu sendiri.
"Dulu yang paling banyak perampok dari wilayah Jakarta sampai ke Serang, zamannya Pitung dari sekitar 1850-an hingga 1920-an. Itu orang-orang yang disebut gerombolan ada di wilayah Barat," jelas Yadi kepada CNNIndonesia.com saat dihubungi, Kamis (18/7)."Makanya kan penjara banyak di daerah Tangerang termasuk juga pengadilannya," tambah dia.
Tercatat ada lima penjara yang ada di Kota Tangerang di antaranya Lapas Wanita, Lapas Pemuda, Lapas Anak dan Lapas Pemuda.
Yadi menjelaskan waktu itu wilayah yang kini merupakan Kota Tangerang yang termasuk dalam residen Batavia mengalami beberapa perubahan status adminstratif.
Wali Kota Tangerang Arief Rachadiono Wismansyah sempat melaporkan balik Menkumham Yasonna Laoly ke kepolisian. (CNN Indonesia/Mundri Winanto)
|
Yahdi menjelaskan juga pembangunan di Tangerang merupakan pembangunan dari aset tertua yang ada sejak masa Kesultanan Banten.
"Jadi itu [Tangerang] dikenang sebagai Batavia tanah tinggi. Tanah Tinggi sampai Kalideres jadi bangunan perumahan dan pemerintah serta jalur transportasi dibangun di situ," kata Yahdi.
Sementara soal pemindahan kepemilikan lapas dan pekantoran ke Kemenkumham, Yahdi menjelaskan bahwa itu terjadi di awal tahun kemerdekaan Republik Indonesia. Saat itu, kata dia, terjadi proses 'pemutihan' dimana pemerintah RI mengambil alih aset kolonial dan swasta. Oleh karena itu, lapas dan perkantoran lainnya menajdi milik pemerintah."Bukan hanya lapas, kalau memang itu dulunya sekolah tetap jadi milik sekolah. Kalau awalnya ini lapas maka jadi milik Kumham disesuaikan dengan fungsi awal ketika masa kolonial," jelas dia.
Diketahui saat ini, dari 181 hektar lahan milik Kemenkumham, 116,25 hektar di antaranya sudah terbangun untuk lapas anak wanita, kantor kemenkumham, komplek kehakiman, lapas anak pria, lapas pemuda, komplek pegayoman, lapas Klas I, lapas wanita, dan akademi imigrasi.
Menkumham Yasonna Laoly lebih dulu melaporkan Wali Kota Tangerang ke polisi. (CNN Indonesia/Abi Sarwanto)
|
Selain itu 19 hektare juga digunakan untuk jalanan. Sementara itu, Pemkot Tangerang mengajukan agar sejumlah lahan dihibahkan untuk didirikan Kantor DPRD, Gedung MUI, Taman elektrik Kantor DPMPTSP dan Alun-alun di sisa tanah yang belum terbangun itu.
[Gambas:Video CNN] (ani/arh)
from CNN Indonesia https://ift.tt/2XSPy48
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Cerita Para Bandit Era Pitung di Balik Kisruh Lahan Tangerang"
Post a Comment