"Dari fakta-fakta yang ada, kami duga masih ada pihak lain yang menerima aliran dana. Ataupun masih ada pihak lain yang diduga berperan dalam konstruksi perkara ini," kata Juru Bicara KPK Febri Dianysah di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (30/7).
Salah satunya, Anggota DPRD Bekasi Fraksi PDIP Soleman. Hal ini tak lepas dari persidangan sebelumnya, Soleman disebut-sebut sebagai pihak yang mempertemukan Sekretaris Daerah Jabar, Iwa Karniwa dengan Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Henry Lincoln. Ketua Dewan Pimpinan Cabang PDIP Kabupaten Bekasi itu bahkan disebut mengetahui soal janji fee Rp1 miliar untuk Iwa.
Febri mengamini bahwa Soleman merupakan salah satu pihak yang berpeluang besar dimintai keterangannya dalam kasus ini. Semua hal yang muncul pada persidangan bakal dikonfirmasi langsung kepada Soleman.
"Nanti saksi-saksi lain tentu akan kami periksa juga, sesuai dengan kebutuhan dan juga jadwal yang sudah disusun oleh para penyidik," ujarnya.
"Artinya menelusuri apakah dalam kapasitas sebagai pihak yang bersama-sama memberikan suap atau pihak yang diduga menerima aliran dana dengan proses perizinan ini," katanya.
Sekretaris Daerah Jawa Barat Iwa Karniwa sebelumnya ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait dengan pengurusan rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten Bekasi Tahun 2017.
Ia diduga menerima duit sejumlah Rp900 juta dari pihak PT Lippo Cikarang melalui Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi saat itu, Neneng Rahmi Nurlaili.
Selain itu, di perkara berbeda, KPK juga menetapkan mantan Presiden Direktur PT Lippo Cikarang Bartholomeus Toto sebagai tersangka kasus dugaan suap izin proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi.
Penetapan ini merupakan hasil dari pengembangan perkara sebelumnya terkait izin pembangunan Meikarta. Toto diduga menyuao bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin untuk memuluskan sejumlah izin terkait pembangunan Meikarta.Atas perbuatannya, ia disangkakan melanggar melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sekda Jabar Iwa Karniwa (kemeja batik hijau). (CNN Indonesia/Huyogo Simbolon).
|
Di tempat sama, Febri juga mengatakan, pihaknya belum menerima pengembalian duit dari Iwa. Iwa diduga menerima duit Rp900 juta dari PT Lippo Cikarang.
"Saya belum mendapat informasi kalau Sekda Jawa Barat kembalikan uang. Tapi kalau tersangka ingin kembalikan uang yang diterima maka itu tentu akan dipertimbangkan sebagai faktor yang meringankan," kata Febri.
Febri menegaskan, meski Iwa nanti mengembalikan duit tersebut, namun tidak otomatis menghapus tindak pidana.
"Meskipun ada ketentuan bahwa tidak secara otomatis menghilangkan pidananya. Tapi yang pasti hukum akan mempertimbangkan hal itu secara bijak dan adil," kata Febri.
Selain itu, komisi antirasuah juga mendukung rencana Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil untuk mencopot Iwa dari jabatan Sekda Jabar. Menurut Febri, langkah itu tepat mengingat status Iwa yang kini menjadi tersangka."Kalau tersangka korupsi masih menduduki jabatannya, maka ada resiko pelaksanaan tugas pelayanan publik di jabatan itu akan terhambat," kata Febri.
"Jadi kami hargai apa yang akan dilakukan oleh Pemprov Jabar itu," kata Febri.
Kendati begitu, Febri menyerahkan penuh wewenang itu kepada Ridwan. Febri mengatakan KPK hanya melakukan yang jadi ranah wewenangnya, yakni proses hukum.
[Gambas:Video CNN] (sah/osc)
from CNN Indonesia https://ift.tt/2Mr5bc9
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "KPK Telisik Peran Legislator di Kasus Suap Meikarta"
Post a Comment