Selain buliran yang menarik, embun yang membeku itu justru menjadi ancaman bagi buruh petik teh. Kawasan Kertasari yang berada di ketinggian 1.644 mdpl itu dikenal sebagai salah satu wilayah perkebunan teh di kawasan Bandung.
Salah satu mandor perkebunan teh di Desa Tarumajaya, Kertasari, Igin (64) mengatakan suhu ekstrem akibat musim peralihan mengakibatkan pucuk teh cenderung mengering dan menghitam.
"Biasanya masih dipetik, tapi nanti disortir. Kita ambil yang bisa dipanen karena tidak semuanya menghitam," kata Igin saat ditemui Kamis (18/7).
Perusahaan perkebunan teh membutuhkan pucuk daun teh yang bagus untuk kemudian dikelola di pabrik pengolahan. Cuaca ekstrem belakangan telah berdampak buruk bagi para buruh petik karena penghasilan mereka rentan berkurang akibat sortiran yang lebih banyak tersebut.
Salah satunya Uga, 46, yang ditemui saat sedang melakukan pemetikan daun teh di salah satu lokasi sekitar pukul 06.00 WIB kemarin.
"Kalau pucuk daunnya kering dan hitam seperti ini, pendapatan jadi berkurang," katanya.
Uga tak menyebutkan berapa besar kerugian yang ia tanggung sepanjang musim peralihan ini. Namun yang pasti, katanya, di saat-saat seperti ini pendapatannya selalu menurun drastis.
"Biasanya satu hari bisa dapat 100 (kilogram) pucuk, tapi kalau sekarang 30 (kilogram) juga sudah untung," ujarnya.
Harga yang didapat buruh bervariatif tergantung kualitas dan mutu pucuk teh yang dipanen. Nilai teh 60-65 dihargai Rp425 per kilogramnya. Sedangkan nilai 55 per kilogramnya Rp200, dan mutu rendah dengan nilai 51 sekitar Rp40.
Saat disambangi kemarin pagi buta, suhu di kawasan kertasari yang terpantau lewat aplikasi ada di titik 9 derajat celsius. Walhasil, mudah sekali mendapati embun-embun yang telah membeku menjadi es di kawasan Desa Tarumajaya tersebut.
Igin mengatakan kondisi cuaca ekstrem di wilayah itu sudah terjadi setidaknya selama sepekan terakhir.
"Dinginnya terasa berbeda dari biasanya. Kalau sekarang [suhu pada malam hari] sampai 0 derajat celcius, dilihat dari termometer di pabrik," kata Igin.
Sebelumnya, pada Selasa lalu Peneliti Cuaca dan Iklim BMKG Provinsi Jawa Barat Muhamad Iid Mujtahiddin mengatakan, "Suhu yang dingin dalam beberapa hari terakhir di Bandung Raya maupun secara umum di Jawa Barat merupakan fenomena yang biasa atau wajar yang menandakan datangnya periode musim kemarau."
Untuk Jawa Barat, kata dia, periode musim kemarau masuk Juni dengan terlebih dahulu masuk di wilayah sekitar pantura, kemudian bergerak ke arah selatan.
Pada saat musim kemarau angin bertiup yang melewati Jawa Barat, merupakan angin pasat tenggara atau angin timuran dari arah Benua Australia dan pada bulan Juli, Agustus, September di Australia sedang mengalami puncak musim dingin. Sehingga suhunya relatif lebih dingin dibandingkan musim penghujan.
Iid menjelaskan kondisi saat ini dipengaruhi juga dengan masih adanya kelembapan pada ketinggian permukaan hingga 1,5 km di atas permukaan laut relatif lembap sehingga pada sore hari masih terlihat adanya pembentukan awan.
BMKG memprediksi puncak musim kemarau adalah Agustus-September dengan karakteristik suhu udara dingin dan kering.
[Gambas:Video CNN] (hyg/kid)from CNN Indonesia https://ift.tt/2xXLIrb
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Embun Es Bandung Jadi Ancaman Buruh Pemetik Daun Teh"
Post a Comment