
Mereka yang diperiksa adalah Business Development Manager PT Lloyd's Register Indonesia Darobi Syafi'i dan Surveyor PT Lloyd's Register Indonesia Achmad Munib.
"Mereka akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka RJ Lino," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah melalui pesan tertulis, Senin (22/7).
Kasus ini sudah berumur hampir empat tahun sejak RJ Lino ditetapkan sebagai tersangka pada 2015 lalu. Saat ini, kata Febri, KPK tengah fokus mengidentifikasi secara lebih rinci kerugian keuangan negara yang diakibatkan dari rasuah pengadaan QCC ini.
Kasus korupsi pengadaan QCC di Pelindo II bermula pada Desember 2015. Mantan Direktur Utama PT Pelindo II RJ Lino terseret kasus rasuah di perusahaan pelat merah yang ia pimpin. KPK lalu menetapkan Lino sebagai tersangka pengadaan tiga buah Quay Container Crane tahun anggaran 2010.
Lino disebut telah menunjuk PT Wuxi Huadong Heavy Machinery Ltd sebagai perusahaan penggarap proyek. Penunjukkan perusahaan asal tiongkok itu dilakukan tanpa melalui proses lelang.
RJ Lino disangka melanggar Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kasus Dana Perimbangan Pegunungan Arfak
Selain kasus tipikor di Pelindo, KPK pun hari ini melakukan pemanggilan terhadap anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PAN, Sukiman, untuk kasus suap terkait pengurusan dana perimbangan Kabupaten Pegunungan Arfak periode 2017-2018.
Febri mengatakan Sukiman diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Natan Pasomba. Sukiman pun terpantau telah berada di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, pagi ini.
Selain Sukiman, lembaga antirasuah KPK juga akan melakukan pemeriksaan terhadap Tenaga Ahli Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR Suherlan dan Rifa Surya selaku mantan Kasi Perencanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Nonfisik Dirjen Perimbangan Keuangan. Keduanya juga akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Natan Pasomba.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan Sukiman dan Pelaksana Tugas dan Penanggungjawab Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pegunungan Arfak Natan Pasomba sebagai tersangka.
Sukiman diduga menerima uang sejumlah Rp2,65 miliar dan US$22 ribu. Sementara itu, Natan Pasomba diduga memberi uang Rp4,41 miliar yang terdiri dari uang Rp3,96 miliar dan valuta asing sejumlah US$33.500.
Atas perbuatannya itu, Natan selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Sukiman selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus ini bermula saat Pemerintah Kabupaten Pegunungan Arfak melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengajukan DAK pada APBN-P 2017 dan APBN 2018 ke Kementerian Keuangan.
Dalam proses pengajuannya, Natan Pasomba bersama pihak pengusaha melakukan pertemuan dengan pegawai Kementerian Keuangan untuk meminta bantuan. Pihak pegawai Kementerian Keuangan lalu meminta bantuan kepada Sukiman.
Diduga, terjadi pemberian dan penerimaan suap terkait dengan alokasi anggaran Dana Alokasi Khusus/Dana Alokasi Umum/Dana Insentif Daerah untuk Kabupaten Pegunungan Arfak Tahun Anggaran 2017-2018.
Pemberian dan penerimaan suap ini dilakukan dengan tujuan mengatur penetapan alokasi anggaran dana perimbangan dalam APBN-P Tahun 2017 dan APBN Tahun 2018 di Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua Barat.
(ryn/kid)from CNN Indonesia https://ift.tt/2LArYmj
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "KPK Panggil Dua Saksi Swasta Kasus Pengadaan Crane Pelindo II"
Post a Comment